- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Memiliki Tujuan Investasi yang Jelas Jadi Senjata Ampuh Tangkal Investasi Bodong
Mati satu tumbuh seribu, kasus investasi bodong di Indonesia bukannya surut malah semakin menjamur. Dikutip dari pemberitaan media nasional, Satuan Tugas Waspada Investasi menyebutkan dalam 10 tahun terakhir investasi bodong di Indonesia telah menimbulkan kerugian lebih kurang senilai 117,5 triliun.
Direktur perusahaan pengelolaan investasi, Asiantrust Asset Management, Armand Marthias menilai, kasus investasi bodong di Indonesia merupakan bentuk pelanggaran kode etik yang berulang kali terjadi di Indonesia. Dan seiring dengan kemajuan pasar modal dan kecanggihan infrastrukturnya, bentuk pelanggaran kode etik tersebut menjadi lebih kompleks dibandingkan sebelum-sebelumnya.
“Semakin kesini bentuk pelanggaran etika di pasar modal menjadi lebih advanced baik dari bentuk produk dan skemanya, cara penyebarannya maupun investor dan para pelakunya. Hal ini juga tidak hanya terkait investasi bodong saja,” ujar Armand di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Menurutnya hal itu dapat dipicu oleh tingginya permintaan akan keuntungan investasi yang lebih besar secara cepat dan semudah mungkin.
“Secara sistemik, ada satu hal yang menjadi kunci kenapa banyak pelanggaran etika pasar modal terjadi, contohnya investasi yang bodong, yaitu karena banyak dari kita yang masuk pasar modal dengan tujuan untuk menjadi cepat kaya,” katanya.
Baca Juga: Jumlah Investor Melesat Hingga 92%, KSEI Raup Untung Rp281,05 Miliar
“Kita akan mencari segala cara untuk membuat kita kaya besok, nah ketika hal itu terjadi, maka seperti hukum supply dan demand pada umumnya, ketika ada demand untuk cepat menjadi kaya, maka supply-nya akan muncul dan karena itulah timbul berbagai macam struktur yang cenderung melanggar kode etik untuk memenuhi permintaan tersebut, salah satunya adalah produk dan skema investasi yang di luar kewajaran,” bebernya.
Investasi seharusnya ungkap pria yang juga mengajar mata kuliah Etika Pasar Modal di salah satu perguruan tinggi ternama di Jakarta itu membutuhkan proses untuk bisa dirasakan hasilnya selain membutuhkan waktu yang relatif panjang,
“Kita itu melihat bahwa investasi itu jangka panjang dan ada prosesnya, kita sebaiknya juga terus meningkatkan pengetahuan kita mengenai produk investasi yang kita pilih,” katanya.
Selain itu ia juga menyarankan bagi para calon investor untuk mengidentifikasi tujuan sebelum terjun ke dalam pasar modal.
“Di Asiantrust Asset Management kami selalu menyarankan pendekatan goal based investment kepada para nasabah, sebenarnya tidak masalah apakah nasabah membeli reksadana A, B, C, atau saham perbankan, pertambangan, telekomunikasi atau yang lainnya. Sebenarnya tidak masalah selama tujuan dan jangka waktu investasinya jelas. Misalnya apabila dalam 5 tahun kita ingin mempersiapkan pernikahan maka kita akan merancang portofolio produknya, aset apa yang akan kita beli dan bagaimana porsi masing-masingnya sekarang sehingga tujuan investasi dapat tercapai seoptimal mungkin dengan tingkat risiko yang terukur pula,” ucapnya.
Baca Juga: Asiantrust Asset Management Mau Lakukan Revolusi Mental Dunia Investasi
Asiantrust Asset Management selaku manajer investasi, menurutnya selalu memberikan informasi dan edukasi terkait kepada para nasabahnya. Hal itu merupakan kewajiban fiduciary kepada para nasabah bahwa portfolio mereka dikelola secara transparan dan akuntabel.
“Selain dari goal based investing, manajer investasi harus juga terbuka kepada investor, apa saja isi portofolio dan mengapa kita memilih aset tersebut, banyak konten yang kita berikan kepada investor ketika contoh memilih saham pertambangan lalu saham tersebut turun maka hal ini akan kita jelaskan kepada nasabah apa pandangan kita mengenai hal tersebut. Jika nasabah akhirnya berbeda pendapat dan tidak percaya dengan pandangan kami, ya tidak apa-apa, tetapi itu merupakan kewajiban kami untuk menjelaskan portofolio, karena pada akhirnya portofolio itu adalah dana investor, jadi kita harus memberikan informasi sedetail mungkin,” paparnya.
Juga terkait risiko. Menurutnya calon investor juga harus menyadari bahwa dalam investasi selalu ada risiko. Agar tidak terjebak dalam investasi bodong, ia menyarankan agar menimbang return yang normal dari produk investasi yang ditawarkan.
“Sederhananya itu begini, untuk investasi yang risikonya tinggi ya return-nya tinggi dan yang risikonya rendah ya rendah juga return-nya, nah sekarang pertanyaannya persentase return yang normal itu seperti apa? Hal ini bisa dilihat dari return rata-rata jangka panjang pasar saham Indonesia. Saham dengan return di atas itu, tentu risikonya juga lebih besar. Dapat juga dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, misalnya bentuk investasi yang di atas itu, tentu memiliki risiko yang lebih tinggi pula,” jelasnya.
“Secara umum pilihan investasi itu beragam, tetapi lazimnya bertambah usia kita maka aset kita akan semakin besar. Di sisi lain semakin kecil pula kita ingin mengambil risiko dalam investasi. Nah di level mana investor comfortable, dengan pilihan produk investasinya, hal itu tergantung pada usia, financial literacy, dan sebagainya. Hal-hal yang kita sebut risk profile. Sebenarnya persoalannya seberapa kita siap mental untuk membeli suatu produk investasi? Apabila produk investasi kita itu nilainya turun apa lantas kita sebut bodong? Kita tidak bisa melihat satu sisi saja, lagipula apabila produk investasi itu menguntungkan, juga belum tentu hal itu kredibel dan tidak ada pelanggaran etika di dalamnya,” katanya.
Kedepannya ia berharap, semakin terceliknya masyarakat Indonesia akan literasi keuangan peran seluruh pihak dapat lebih ditingkatkan melalui digitalisasi dan sentralisasi informasi produk investasi.
“Kedepannya saya rasa pasar modal kita melalui OJK, para Self Regulatory Organization (SRO) dan sistem perbankan akan lebih banyak menggalakkan transparansi informasi untuk diberikan kepada publik terkait produk-produk investasi dan segala turunannya. Apabila hal ini terjadi maka pasar modal kita akan semakin diminati oleh lebih banyak lagi investor baik dari dalam maupun dari luar negeri,” ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: