Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menyampaikan bahwa gelombang pengangguran akan menggila di tahun 2023. Ia menerangkan bahwa kondisi ekonomi global sedang memburuk apalagi dengan prediksi resesi global yang akan terjadi di tahun 2023 dengan indikasi yang sudah semakin kencang yaitu diperkirakan akan terjadi gelombang PHK besar-besaran.
"Saat ini sudah mulai terjadi [gelombang PHK] terutama di industri tekstil dan sepatu di mana industri tersebut mengalami penurunan permintaan akibat negara tujuan ekspor sedang mengalami krisis dan lebih mementingkan makanan dan energi," terang Achmad dalam sebuah pernyataan tertulis pada Jumat (4/11/2022).
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa dalam tiga tahun terakhir ini, angka pengangguran telah mengalami peningkatan akibat pandemi, apalagi di semester II tahun 2020 di mana angka pengangguran mencapai yang tertinggi 9,7 juta orang atau sekitar 7,07% dari total jumlah penduduk usia kerja. Namun angka tersebut sempat mengalami penurunan pada semester I tahun 2021 menjadi 8,7 juta orang, dan kembali naik pada semester II 2021 menjadi 9,1 juta orang.
Baca Juga: Horror! PHK di Tengah Dinamika Perekonomian, Kemenaker Siap Dampingi Pihak Berselisih
Sementara itu pada tahun 2022, angka pengangguran di semester I mencapai 8,4 juta orang dengan kelompok lulusan SMA/SMK menjadi penyumbang terbesar dari jumlah pengangguran. Dalam hal ini, seperti yang diterangkan oleh Achmad, sebuah laporan per Oktober 2022 yang disampaikan oleh Yan Mei selaku Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPTPJB) mencatat bahwa ada sebanyak 64.000 lebih pekerja terkena PHK dari 124 perusahaan.
Achmad menuliskan, "Yan Mei memprediksi angka tersebut akan terus bertambah mengingat kondisi kinerja tekstil yang semakin menurun yang mana pesanan menurun hingga 50% dari bulan April 2022. Ini sangat mengkhawatirkan. Belum lagi sektor-sektor lain terkait ekspor dan impor. Penurunan demand ini berdampak langsung kepada angka PHK yang kemungkinannya akan semakin besar di tahun 2023."
Dengan adanya perkiraan gelombang PHK besar-besaran tersebut, angka kemiskinan pun diperkirakan akan melonjak tinggi yang akan berdampak pada peningkatan angka kriminalitas, stunting, dan lainnya. Di mana dalam hal ini kelas menengah yang rentan akan jatuh menjadi kelas miskin baru yang belum tentu tercover oleh bantuan sosial karena kendala update data di Kemensos yang tidak mungkin terdata secara langsung dan otomatis.
Menyikapi hal ini, tentu perlu langkah antisipatif dari Pemerintah yang tidak hanya dilakukan dengan mempersiapkan bantalan sosial yang sulit menjangkau angka penerima bantuan sosial yang besar dengan nilai yang berarti, namun juga Pemerintah harus bisa mendorong terciptanya lapangan-lapangan kerja baru yang lebih tahan dari imbas guncangan ekonomi global.
Achmad menyarankan tindakan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah adalah satunya dengan melakukan penyerapan tenaga kerja melalui penyelarasan angka pengangguran yang muncul dengan kebutuhan penguatan ketahanan pangan dan energi. Misalnya dengan membuka BUMN-BUMN yang baru yang memiliki kemampuan untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi, khususnya seperti energi baru terbarukan.
Tindakan antisipasi perlu dilakukan dengan persiapan yang matang, karena jika tidak maka dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya gejolak sosial yang berujung pada gejolak politik atau krisis kepemimpinan dan yang lebih buruk lagi yaitu terjadinya sosial unrest.
"Ini harus menjdi perhatian yang serius, karena kegagalan dalam mengatasi angka pengangguran akan menimbulkan dampak instabilitas yang besar di berbagai sektor, baik ekonomi, politik, sosial, maupun pertahanan dan keamanan," pungkas Achmad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: