Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Waspada! Lonjakan Inflasi Hantui Negara-negara Di Dunia Tahun Depan

Waspada! Lonjakan Inflasi Hantui Negara-negara Di Dunia Tahun Depan Kredit Foto: Antara/ANTARA/REUTERS/Dado Ruvic/Ilustrasi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masa pandemi telah berlangsung selama lebih dari dua tahun dan mulai memasuki masa recovery. Namun di tengah perbaikan kondisi, tantangan baru kembali hadir dari level global, yakni ancaman resesi global dan inflasi. Tentunya kondisi ini dapat memberikan dampak bagi Indonesia, termasuk bagi industri asuransi dan media.

Menanggapi hal ini, Business Development Advisor Indonesia Stock Exchange, Poltak Hotradero menyebutkan bahwa efek riak dari invasi Rusia ke Ukraina, pengetatan moneter AS, dan perlambatan ekonomi di China akan membebani ekonomi tahun depan, dengan potensi pertumbuhan global melambat menjadi hanya 2,7%, menunjukkan tren perlambatan dari 2021 yang sebesar 6% dan di 2022 sebesar 3,2%. Hal ini dapat menghasilkan beberapa risiko yang membentuk volatilitas ekonomi global. Baca Juga: Tahan Kenaikan Suku Bunga Acuan BI, Pemerintah Harus Cepat Turunkan Inflasi

“Potensi risiko yang kemungkinan besar terjadi dan memiliki dampak yang sangat tinggi, berupa cuaca, dimana musim dingin memperburuk krisis energi Eropa. Musim dingin 2022/23 di Eropa akan berlangsung berat dan akan sangat tergantung pada ketersediaan gas dan batu bara. Pada keadaan ini inflasi di Eropa masih akan bertahan tinggi didorong harga energi serta akan menekan konsumsi serta ekonomi,” ujarnya saat media discussion bertajuk “Economic Outlook 2023 and Inflation-Recession Pressure: What does it mean for Insurance and Media Industry yang digelar Allianz Life Indonesia di Jakarta, Selasa (20/12/2022).

Selain itu, lanjut Poltak, cuaca ekstrem dapat juga menambah lonjakan harga komoditas dan memicu kerawanan pangan global. Kekeringan parah dan gelombang panas di Eropa, Cina, India, dan AS pada tahun 2022 berkontribusi terhadap kenaikan harga beberapa bahan makanan.

"Invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina juga berdampak pada terhambatnya pasokan gas alam dan selanjutnya penurunan produksi pupuk dunia. Tanpa pemulihan pasokan gas alam dan pupuk, siklus tanam berbagai komoditas di tahun 2023 dapat terdampak terutama pada negara-negara miskin di Afrika dan Timur Tengah," jelasnya.

Di negara-negara maju, perlambatan ekonomi dapat semakin dalam, mengakibatkan jatuhnya pasar aset yang akan membebani pertumbuhan global. Di pasar negara berkembang, kenaikan suku bunga dapat mendorong depresiasi mata uang yang ekstrem dan meningkatkan risiko gagal bayar utang negara (seperti yang terjadi di Sri Lanka pada bulan April).

"Secara umum, negara-negara di dunia mengalami lonjakan inflasi. Lonjakan inflasi dipicu oleh meningkatnya aktivitas ekonomi dan meningkatnya volume uang hasil stimulus ekonomi Pandemi berbagai negara. Untuk menekan lonjakan inflasi, berbagai Bank Sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga, untuk menyerap likuiditas pasar uang yang berlebih dan mengendalikan ekspektasi inflasi," terang Poltak. Baca Juga: Hadapi Hantu Resesi, Mendagri Tito Terus Mendorong Pemda Turun Tangan Kendalikan Inflasi

Menurutnya, kenaikan suku bunga biasanya akan memicu perlambatan aktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan berlangsung hingga tingkat inflasi berada di bawah target Bank Sentral dimana indikator utamanya adalah inflasi Inti (Core Inflation).

"Pada iklim seperti ini berbagai lembaga keuangan akan cenderung lebih berhati-hati sekaligus mendorong efisiensi operasional,"  tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: