Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022, terdapat peningkatan tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat dibandingkan dengan hasil SNLIK yang dilakukan sebelumnya. Gap indeks literasi dan inklusi keuangan pun makin kecil.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 5 Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) Bambang Mukti Riyadi menyebut, tingkat inklusi masyarakat sesuai SNLIK tahun 2022 sebesar 85,10 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 sebesar 76,19 persen, dan pada 2016 sebesar 67,8 persen.
Baca Juga: Kemenkop-UKM: Program Fast Track Digitalisasi (FTD) Sumut Potensial Tingkatkan Jumlah Wirausaha
"Khusus di Sumatera Utara, tingkat inklusi pada tahun 2022 sebesar 95,58 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 sebesar 93,98 persen dan tahun 2016 sebesar 75,60 persen," ungkap Bambang Mukti pada Journalist Class Angkatan 4 di Hotel Four Points Jalan Gatot Subroto Medan, Jumat (10/3/2023).
Kegiatan OJK Pusat yang dibuka Deputi Komisioner OJK Institute Imansyah dan berlangsung dua hari, 9-10 Maret 2023, itu digelar dalam rangka meningkatkan pemahaman wartawan terkait Otoritas Jasa Keuangan.
Hadir pada kegiatan di hari pertama, Kamis (9/3/2023) pejabat OJK lainnya antara lain Direktur Grup Riset Sektor Jasa Keuangan, Endang Nuryadin, dan Analis Eksekutif Senior Grup Komunikasi Publik/Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot.
Bambang juga mengungkapkan, tingkat literasi masyarakat sesuai SNLIK tahun 2022 sebesar 49,68 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 sebesar 38,03 persen dan tahun 2016 sebesar 29,7 persen.
"Khusus di Sumatera Utara, tingkat literasi pada tahun 2022 sebesar 51,69 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 sebesar 37,96 persen dan tahun 2016 sebesar 31,30 persen," ujarnya.
Menurutnya, literasi dan inklusi keuangan penting untuk terus didorong agar ketika masyarakat mengakses dan menggunakan produk/layanan jasa keuangan, masyarakat memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang manfaat, risiko dan informasi lain yang dibutuhkan tentang produk/layanan keuangan yang dimiliki.
"Masyarakat juga akan menggunakan produk atau layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan profil risiko yang dimiliki. Keputusan keuangan yang diambil pun akan lebih tepat," ujarnya.
Dijelaskannya, literasi, inklusi keuangan, dan perlindungan konsumen merupakan 3 pilar dalam trilogi pemberdayaan konsumen keuangan yang memiliki korelasi erat satu sama lain. "Peningkatan pemahaman dan kemampuan seseorang dalam menentukan produk atau layanan jasa keuangan yang dibutuhkan akan meningkatkan penggunaan produk atau layanan jasa keuangan oleh masyarakat," ujarnya.
Bambang menjelaskan, peningkatan literasi keuangan merupakan salah satu bentuk perlindungan konsumen yang efektif. Pasar keuangan yang kompleks, tetapi literasi keuangan yang rendah menyebabkan masyarakat rentan terhadap asimetri informasi dan masalah perlindungan konsumen lainnya.
"Peran perlindungan konsumen dalam menjaga kepercayaan masyarakat sangat penting karena kepercayaan merupakan prasyarat bagi pengembangan industri jasa keuangan," katanya.
Bambang menyebut, OJK telah menetapkan strategi untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat antara lain melalui penguatan kebijakan/regulasi, pengembangan infrastruktur, edukasi secara online maupun offline, memperkuat sinergi dan aliansi strategis, dan peningkatan program literasi keuangan syariah dan pasar modal.
Pada tahun 2023, sebutnya, sasaran prioritas peningkatan literasi keuangan oleh OJK adalah pelaku UMKM, masyarakat di daerah 3T, penyandang disabilitas dan pelajar/santri. OJK telah menyusun rencana kegiatan literasi dan inklusi keuangan tahun 2023. Dari segi literasi antara lain kampanye nasional edukasi keuangan, Desa Cakap Keuangan, mini survei literasi dan inklusi keuangan, intensivitas Learning Management System (LMS) dan pengembangan infrastruktur literasi keuangan.
Baca Juga: Perkuat Industri Asuransi, OJK Minta Pelaku Industri Siap Terapkan PSAK 74
Program inklusi OJK antara lain pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD), Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR), Ekosistem Keuangan Inklusif di wilayah pedesanaan dan kegiatan inklusi keuangan yang masif.
Dalam memperkuat fungsi perlindungan konsumen, OJK juga telah mengeluarkan POJK No. 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang merupakan pembaruan dari POJK No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, yang merupakan POJK pertama di OJK.
Pembaruan POJK ini dilatarbelakangi tumbuhnya Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) baru, perkembangan teknologi informasi yang dinamis, dan implementasi serta tantangan perlindungan konsumen.
Pada 12 Januari 2023, pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK). Di bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, OJK diamanatkan untuk melakukan pengawasan perilaku pasar (market conduct) serta penguatan fungsi peningkatan literasi, inklusi dan perlindungan konsumen.
Ruang lingkup pengawasan market conduct merupakan product life cycle yang terdiri dari proses desain produk, penyediaan informasi produk, penyampaian informasi produk, penawaran produk, penyusunan perjanjian produk, pemberian layanan produk, serta penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa produk (proses kembali berulang).
Pengawasan market conduct dapat dilakukan dengan metode pengawasan onsite dan pengawasan offsite dengan berbagai instrumen yang dapat digunakan salah satunya melalui iklan. Ia menegaskan, iklan produk atau layanan jasa keuangan harus akurat, jujur, jelas, tidak menyesatkan, dan mudah diakses.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement