Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sebab Mau 'Cawe-cawe', Jokowi Diusulkan Pemakzulan, PDIP: Jangan Bicara Tentang Perasaan!

Sebab Mau 'Cawe-cawe', Jokowi Diusulkan Pemakzulan, PDIP: Jangan Bicara Tentang Perasaan! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, meminta Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, untuk menggunakan kerangka berpikir intelektual, bukan perasaan.

Hal tersebut Hasto ungkap menyusul pernyataan Denny Indrayana yang menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun usul pemakzulan itu mengacu pada pernyataan Jokowi yang mengaku akan cawe-cawe dalam Pilpres 2024.

Baca Juga: Jadi Korban Politik Cawe-cawe PDIP-Jokowi, Rocky Gerung: Saya Kasihan pada Ganjar...

"Beliau (Denny Indrayana) ini, kan, sosok akademisi, harus berbicara menggunakan kerangka berpikir intelektual. Jangan berbicara tentang perasaan, apalagi berbicara tentang pemakzulan," kata Hasto menjawab pertanyaan wartawan di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023).

Dalam sistem demokrasi, kata Hasto, Presiden dan Wakil Presiden dilantik setelah rakyat memilihnya dalam Pilpres. Berdasarkan hal itu, dia menyebut legitimasi terhadap pemimpin terpilih sangat kuat dan tidak bisa asal dimakzulkan.

"Dalam sistem politik ketika presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, legitimasi dan legalitas pemimpin nasional itu sangat kuat. Tidak bisa diberhentikan di tengah jalan. Itu harus melalui mekanisme yang tidak mudah," katanya.

Oleh sebab itu, Hasto meminta Denny Indrayana untuk memahami sistem politik secara utuh. Dia menegaskan, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah dijamin konstitusi.

Dia pun meminta Denny Indrayana untuk juga melihat perkara yang dia nilai terjadi di Pemilu tahun 2009. Hasto menyebut, pada Pemilu 2009 diduga ada instrumen negara yang dipakai sehingga satu partai politik di lingkaran rezim mengalami lonjakan suara sebesar 300 persen. 

"Nah, kalau berbicara pemakzulan, Pak Denny saya ajak untuk coba evaluasi pemilu yang terjadi pada tahun 2009 ketika instrumen negara digunakan sehingga ada partai politik yang bisa mencapai kenaikan 300 persen," ujarnya.

Jika dibandingkan dengan periode Jokowi, Hasto menegaskan kejadian tersebut tidak pernah terjadi. Dia mengatakan, PDIP sebagai partai pendukung pemerintah era Jokowi tidak mengalami kenaikan secara signifikan sampai 300 persen.

"Kalau PDI Perjuangan ini kemarin naiknya hanya satu, berapa, lah sampai 8 persen. Itu pun dengan berbagai upaya kerja lima tahun sehingga jangan apa yang dahulu dilakukan oleh Pak Denny Indrayana yang merupakan bagian dari rezim pemerintahan saat itu kemudian dipersepsikan akan terjadi pada pemerintahan Pak Jokowi yang sudah teruji dalam komitmen menjaga demokrasi," katanya.

"Pak Jokowi ini pemimpin yang berdialog, yang tidak punya dendam politik. Sama dengan Ibu Megawati Soekarnoputri, mengedepankan rekonsilisasi nasional," tambahnya.

Hasto juga menantang Denny Indrayana untuk mengungkap dugaan kecurangan naiknya jumlah suara sebuah partai sampai 300 persen pada Pemilu 2009 ketimbang membahas isu pemakzukan kepada Jokowi.

Baca Juga: Ade Armando Salahkan PDIP Soal Menurunnya Elektabilitas Ganjar Pranowo: Mereka Mematahkan Semangat Pendukung Ganjar!

"Oleh karena itu, kami justru meminta Pak Denny Indrayana, silakan ungkap apa yang terjadi pada 2009 karena di situlah justru terjadi suatu penyalahgunaan kekuasaan secara masif untuk kepentingan elektoral," tegasnya.

"Pada masa Pak Jokowi ini demokrasi betul-betul diangkat dengan sebaik-baiknya. Di situlah sekiranya ada pihak-pihak yang ingin memaksakan kehendaknya, mengganggu agenda pemilu yang berangsung secara periodik, di situlah, Presiden Jokowi akan cawe-cawe. Presiden Jokowi cawe-cawe demi loncatan kemajuan agar bonus demografi yang akan datang 13 tahun lagi betul-betul dapat dipersiapkan sebaiknya agar kita jadi bangsa yang hebat," tandasnya.

Sebagaimana diketahui, Eks Wamenkumham Denny Indrayana membuat surat terbuka yang ditujukan kepada pimpinan DPR untuk memulai proses impeachment (pemecatan) kepada Presiden Jokowi. Denny menyebut ada tiga dugaan pelanggaran konstitusi. 

"Sebagai bukti awal, saya tuliskan kesaksian seorang Tokoh Bangsa, yang pernah menjadi Wakil Presiden, bahwa Presiden Jokowi sedari awal memang men-design hanya ada dua capres dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: