Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Investasi, Utang, dan Dilema Keberlanjutan

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik

Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Investasi, Utang, dan Dilema Keberlanjutan Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dengan ambisi yang tinggi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) awalnya dilihat sebagai simbol kemajuan teknologi dan transportasi di Indonesia. Namun, pembengkakan anggaran sebesar US$1,2 miliar atau setara dengan Rp18,28 triliun telah merusak citra proyek dan menimbulkan pertanyaan penting tentang efisiensi dan integritas.

Utang raksasa sebesar US$4,55 miliar dari China Development Bank sudah menjadi beban yang signifikan bagi negara kita. Tambahkan lagi keputusan Presiden Jokowi untuk menggunakan dana negara dalam upaya mengejar defisit pembengkakan biaya ini.

Tindakan tersebut akan menambah beban utang pemerintah yang sudah terbengkalai akibat pandemi, mengurangi keuntungan ekonomi jangka pendek yang seharusnya diraih dari proyek seperti ini. Selain itu, proyek ini juga berpotensi menjadi jebakan utang jika negosiasi ulang dengan China tidak dilakukan dengan cermat.

Baca Juga: Ekonom Ungkap Alasan Subsidi Tiket KCJB Tak Tepat, dari Bebani APBN hingga Kental Nuansa Politis

Keputusan untuk melanjutkan proyek ini didasarkan pada asumsi keuntungan lingkungan dari kereta listrik. Namun, jika penumpang tidak memadai, keuntungan tersebut dapat terhapus.

Dengan jarak antara Jakarta dan Bandung yang hanya sekitar 150 kilometer dan jalan tol yang sudah ada, kereta cepat mungkin tidak memiliki keunggulan kompetitif yang diperlukan untuk memastikan keberlanjutannya.

Namun, di balik semua kritik, publik harus menyadari bahwa pembengkakan biaya dalam proyek sebesar ini menandakan ada kelemahan serius dalam perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan. Apakah ini karena ketidaktahuan, kurangnya keahlian, atau adanya motif lain yang lebih gelap di baliknya?

Kita tahu bahwa dana publik, termasuk PMN, berasal dari keringat rakyat. Mengalokasikannya untuk menutupi kesalahan dalam proyek besar adalah penghianatan terhadap kepercayaan publik.

Seharusnya, policy makers mempertimbangkan apakah investasi semacam itu benar-benar memberi nilai kepada masyarakat dan ekonomi atau hanya menjadi simbol kemajuan yang mahal.

Kita perlu reevaluasi mendalam tentang proyek KCJB, memastikan bahwa setiap rupiah yang diinvestasikan memberikan nilai maksimal bagi masyarakat dan perekonomian. Kebijakan harus diperbaharui dengan fokus pada transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan ekonomi serta lingkungan.

Baca Juga: KCIC: Kereta Api Cepat Ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: