- Home
- /
- EkBis
- /
- Transportasi
Ekonom Ungkap Alasan Subsidi Tiket KCJB Tak Tepat, dari Bebani APBN hingga Kental Nuansa Politis
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana memberikan subsidi pada harga tiket Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Usulan tarif awal dengan subsidi akan berlaku paling tidak tiga tahun. Artinya, selama itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menanggung beban subsidi tiket kereta cepat.
Achmad Nur Hidayat, ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, menilai rencana subsidi tersebut bakal membebani APBN lebih dalam. Dalam kasus ini, janji Jokowi untuk menghindari keterlibatan APBN seakan melenceng dari transparansi dan akuntabilitas yang ia sampaikan sebelumnya.
"Penggunaan dana APBN dalam proyek ini seolah menjadi alternatif mudah daripada mencari solusi yang lebih terukur," katanya melalui keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (15/8/2023).
Baca Juga: Tanggapi Isu Kelangkaan Pupuk, Wapres Ma'ruf Amin Sebut Subsidi Disalurkan Agar Tepat Sasaran
Diketahui pada awal perencanaan pembangunan, Jokowi menyebut KCJB sebagai proyek murni bisnis dan tak akan menggunakan dana dari APBN. Namun, pada September 2021, Jokowi menyetujui suntikan dana APBN untuk megaproyek ini dengan menandatangani Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021.
"Dari proses pembiayaan bermasalah yang menyebabkan pembengkakkan hingga membebani APBN menunjukkan perencanaan dan proses pembuatan kerja sama yang tidak matang dan teliti," jelas Achmad.
Ia pun membeberkan sejumlah alasan subsidi tiket KCJB adalah kebijakan yang tidak tepat. Pertama, Jokowi telah menggarisbawahi pentingnya subsidi dalam sektor transportasi untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, rencana subsidi tiket KCJB, yang semestinya mengikuti komitmen ini, terasa bertentangan.
"Proyek KCJB awalnya diharapkan tidak melibatkan APBN, tetapi kini melibatkan APBN bahkan dengan kehadiran subsidi tiket KCJB tambah membebani neraca keuangan negara, ini menunjukkan ketidaksesuaian dalam komitmen dan tindakan. Janji politik adalah fondasi hubungan antara pemimpin dan rakyat," ungkapnya.
Menurutnya, keputusan untuk melibatkan APBN dalam subsidi KCJB merusak integritas janji-janji politik. Konsistensi dalam komitmen dan tindakan adalah kunci untuk membangun kepercayaan dan kredibilitas dalam kepemimpinan.
Kedua, keterlibatan APBN dalam subsidi ini menambah beban negara lebih dalam, sehingga akan mengganggu program-program pemerintah yang lainnya.
Ketiga, jika dilihat dari harga yang ditetapkan tanpa subsidi diproyeksikan kemampuan pengembalian modal bisa mencapai 80 tahun. Ini pun rentan dengan tingkat kemampuan manajemen KCJB dalam membiayai pemeliharaan yang tentunya membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.
"Jika aspek ini terganggu tentunya selain mendatangkan ancaman bagi keselamatan, juga menjadi ancaman bagi sustainability operasional KCJB karena perjalanan 80 tahun tentunya harus ada biaya pengadaan selama beberapa kali yang menuntut anggaran depresiasi yang cukup," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement