Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyebut, kolaborasi dalam transisi energi adalah kunci penting menyeimbangkan trilema energi, yaitu security, affordability, dan sustainability.
Menurutnya, Seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, permintaan pasokan listrik juga semakin tinggi. Hal ini menjadi tantangan bersama, bagaimana menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketahanan energi.
Baca Juga: PLN EPI Kembali Berinovasi, Siap Dongkrak Pemanfaatan hingga Efisiensi PLTU
Darmawan menilai bahwa, transisi energi kini semakin dimungkinkan karena tarif listrik dari energi baru terbarukan (EBT) semakin murah. Namun, kendala terbesar transisi energi adalah di sektor pembiayaan.
Mengingat karakter pembangkit EBT yang membutuhkan investasi capital expenditure)(Capex) besar di awal, meski ongkos operasionalnya relatif lebih murah.
"Untuk menjalankan komitmen ini, Indonesia tidak bisa berjalan sendiri. Memang tantangannya sangat besar, namun dengan adanya forum seperti AIPF ini memberi kita keyakinan, apapun tantangannya, kita akan terus melangkah maju bersama-sama," ujar Darmawan dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (7/9/2023).
Darmawan mengatakan, dalam 2 tahun terakhir, PLN telah menjalankan berbagai upaya transisi energi. Di antaranya adalah membatalkan rencana pembangunan 13,3 Gigawatt (GW) pembangkit batubara, mengganti 1,1 GW pembangkit batubara dengan EBT, serta menetapkan 51,6% penambahan pembangkit berbasis EBT.
Baca Juga: PLN Jadi Inisiator Transisi Energi Asia-Pasifik
"Kami sedang dalam proses merancang dan mendesain ulang perencanaan ketenagalistrikan nasional. Dengan sistem baru ini, kami memahami adanya ketidaksesuaian antara sebagian besar sumber EBT dengan pusat beban sehingga kami akan membangun green enabling super grid untuk menghubungkannya," ujarnya.
Lanjutnya, ia menyebut bahwa saat ini PLN dalam proses mendesain dan membangun end-to-end smart grid. Dengan jaringan baru ini, PLN dapat meningkatkan porsi pembangkit energi surya dan angin dari 5 GW menjadi 28 GW.
Baca Juga: PLN Tunjukkan Strategi Capai Nol Emisi Karbon, Lebih Hijau nan Terbarukan!
Menurutnya, pengembangan green enabling super grid dan _end-to-end smart grid ini semakin mendesak untuk mengatasi ketidaksesuaian sumber EBT dengan pusat demand listrik dan mengakomodasi penetrasi EBT variable yang sangat masif.
Sistem inilah yang ke depan akan digunakan untuk mendukung pembangunan ASEAN Power Grid. Sistem ini diproyeksikan mampu menghubungkan transmisi lintas negara-negara di ASEAN, mulai dari Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura dan Indonesia.
Baca Juga: Dorong Penggunaan Kendaraan Listrik, PLN Icon Plus Gandeng Pemkab Sumedang
"ASEAN Power Grid bukan hanya soal listrik. Namun hal ini mencerminkan kekuatan baru ASEAN. Mencerminkan perubahan ASEAN yang sebelumnya terfragmentasi menjadi ASEAN yang bersatu, demi satu tujuan, kemakmuran bagi kawasan Asia Tenggara," pungkasnya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement