Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonomi Indonesia Akan Salip Rusia Pada 2025? Begini Faktanya!

Ekonomi Indonesia Akan Salip Rusia Pada 2025? Begini Faktanya! Kredit Foto: Unsplash/ Afif Kusuma
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di tengah guncangan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dibilang memuaskan. Bahkan, pada 2025 mendatang ekonomi Indonesia diramal bisa melampaui Rusia. Pendapat tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dengan mengantongi data dari studi yang dilakukan oleh lembaga Atlantic Council.

"Atlantic Council juga merilis studi mereka, mungkin pada tahun 2025, Indonesia bisa melampaui ekonomi Rusia," ucapnya dalam Konferensi Pers Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023 di Hotel Park Hyatt, Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Optimisme tersebut lahir dari ambisi Indonesia yang dikabarkan mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen atau lebih tinggi dalam beberapa waktu ke depan. Luhut menambahkan, hal tersebut akan membuat Indonesia masuk pada jajaran ke-6 dalam daftar perekonomian dunia. 

Baca Juga: Menko Luhut Harap ISF Jadi Forum Bisnis Global Untuk Atasi Krisis Iklim

"Jadi, kita akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-6, itu menurut saya yang diumumkan oleh Atlantic Council tiga hari yang lalu," ungkapnya.

Tidak hanya itu, Luhut juga optimis perekonomian Indonesia akan tumbuh lebih cepat pada 2050. Sehingga, Indonesia bisa menjadi negara dengan kapasitas ekonomi terbesar keempat di dunia.

"Sekali lagi, saya percaya bahwa pada tahun 2050 atau lebih awal kita bisa menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 atau ke-5 di dunia," tegasnya.

Hilirisasi Jadi Kunci

Luhut menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat secara signifikan tidak lain dan tidak bukan merupakan buah dari kebijakan hilirisasi yang mulai diterapkan sejak tahun 2020.

Untuk diketahui, kebijakan hilirisasi bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri dengan mengolah bahan mentah atau komoditas secara lebih lanjut sebelum diekspor atau digunakan dalam pasar domestik. Luhut mengatakan Indonesia bakal melakukan hilirisasi pada banyak komoditas. Mulai dari nikel, bauksit, tembaga, bahkan rumput laut.

"Mungkin Anda tahu bahwa angka yang saya tunjukkan, dampak dari hilirisasi nikel atau bauksit, tembaga, timah, rumput laut, gas ini bisa membawa negara ini menjadi negara yang sangat-sangat kuat dalam waktu dekat," bebernya.

Dampak nyata dari kebijakan hilirisasi dapat terlihat dari pertumbuhan ekonomi dua provinsi di Indonesia, yaitu Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. Diketahui, dua provinsi ini memiliki sentra hilirisasi sentral.

Menurut Luhut, ekonomi dua kawasan ini terus mengalami kenaikan secara signifikan sejak kebijakan hilirisasi diberlakukan. Dalam pemaparannya, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah yang memiliki pusat pengolahan nikel Morowali mengalami kenaikan yang pesat. Rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi itu pada 2001 hingga 2014 hanya 7,5%. Namun, sejak hilirisasi nikel dilakukan pada 2015, pertumbuhan ekonomi melonjak menjadi rata-rata 11,7% dari 2015 hingga 2022.

Hal yang sama juga terjadi pada Maluku Utara yang memiliki pusat pengolahan nikel Pulau Obi. Pertumbuhan ekonomi pada 2001 hingga 2018 rata-ratanya cuma 5,7%. Namun, sejak hilirisasi dilakukan pada 2019 hingga 2022 rata-rata pertumbuhan ekonomi naik hingga 7,2% menjadi 12,9%.

"Saya akan perlihatkan ini memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi regional," tegas Luhut.

Luhut menambahkan, hilirisasi juga membantu memangkas angka kemiskinan di dua provinsi tersebut. Pertama, di Sulawesi Tengah pada tahun 2007 tingkat kemiskinan berada di atas 20%. Namun, pada tahun 2022, angka tersebut turun menjadi di bawah 15%. Sementara itu di Maluku Utara, yang awalnya memiliki tingkat kemiskinan di level 10% pada 2007 turun menjadi di bawah 10% pada 2022.

"Selain itu angka kemiskinan di wilayah yang melakukan hilirisasi ini juga menurun. Itu hal yang penting," ungkapnya.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dalam Beberapa Tahun Terakhir

Tak bisa dimungkiri bahwa ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Terlebih lagi, pascapandemi Covid-19, pemulihan ekonomi Indonesia cenderung lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), berikut kondisi perekonomian Indonesia sejak tahun 2018 hingga 2023:

Pertumbuhan Ekonomi 2018

BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 adalah sebesar 5,17 persen. Capaian itu lebih tinggi dibanding 2017 yang hanya sebesar 5,07 persen.

Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 8,99 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar 9,08 persen.

Adapun ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2018 dibanding triwulan IV-2017 tumbuh 5,18 persen year on year (yoy).

Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha. Pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 9,08 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh semua komponen, di mana pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen PK-LNPRT sebesar 10,79 persen.

Pertumbuhan Ekonomi 2019

Sebelum pandemi COVID-19 atau tepatnya pada 2019, BPS merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,02 persen. Meski terkesan tinggi, capaian tersebut justru lebih rendah dibandingkan outlook kala itu yang sebesar 5,2 persen.

Capaian pertumbuhan ekonomi itu juga lebih rendah dari asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang 5,3 persen.

Menurut BPS, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 masih bisa dipahami karena sepanjang tahun tersebut perekonomian global tengah bergejolak. Hal itu telah memengaruhi ekonomi dalam negeri.

Pertumbuhan Ekonomi 2020

Pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok cukup dalam pada 2020. Hal itu lantaran pandemi COVID-19 yang menyerang dunia tiba-tiba.

BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 minus 2,07 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal IV 2020 secara yoy juga mengalami kontraksi sebesar minus 2,19 persen.

Pertumbuhan Ekonomi 2021

Setelah babak belur pada 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia berhasil pulih setahun kemudian atau tepatnya pada 2021 dengan melesat cukup tinggi.

BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 sebesar 3,69 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal-IV 2021 secara yoy juga mencatatkan angka positif, yakni 5,02 persen.

"Secara quarter on quarter (qtq), pertumbuhan ekonomi domestik 1,06 persen. Kemudian secara yoy tumbuh 5,02 persen dan selama 2021 dibandingkan 2020 pertumbuhan ekonomi tumbuhnya 3,69 persen," kata Kepala BPS, Margo Yuwono.

Pertumbuhan Ekonomi 2022

Pada 2022 atau tepatnya pascapandemi COVID-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin menunjukkan perbaikan. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 sebesar 5,31 persen.

Margo mengatakan, capaian tersebut menunjukkan pemulihan ekonomi Indonesia makin kuat dibandingkan dua tahun sebelumnya di tengah pandemi COVID-19.

"Kinerja ekonomi tahun 2022 menguat dibandingkan tahun 2021. Pertumbuhan ekonomi tahunan kembali ke level 5 persen," kata Margo dalam konferensi pers virtual, Senin (6/2/2023).

Angka pertumbuhan ekonomi tahun 2022 itu sesuai dengan target pemerintah, yakni di kisaran 5,3 sampai 5,4 persen.

Pertumbuhan Ekonomi 2023

Selanjutnya, pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia berhasil bertahan pada angka 5%. BPS melaporkan, ekonomi Indonesia pada kuartal I-2023 tumbuh sebesar 5,03 persen secara tahunan (yoy).

"Tren pertumbuhan ekonomi tahunan masih tumbuh pada level 5 persen menandakan ekonomi kita masih stabil," ujar Moh Edy Mahmud, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS. 

Jika dilihat berdasarkan sumber pertumbuhan menurut pengeluaran, perekonomian Indonesia masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Tercatat konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 52,88 persen tumbuh 4,54 persen secara tahunan.

Kemudian, pembentukan modal tetap bruto atau investasi tumbuh 2,11 persen secara tahunan. Lalu, pada perdagangan luar negeri, ekspor RI tumbuh 11,68 persen dan impor tumbuh 2,77 persen. Adapun konsumsi pemerintah tumbuh 3,99 persen. Terakhir, konsumsi LNPRT tumbuh 6,17 persen.

Kinerja Ekonomi Indonesia Tuai Pujian dari IMF dan World Bank

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memuji Indonesia atas kinerja perekonomiannya yang terus tumbuh di atas rata-rata perekonomian dunia. Ia menilai kondisi perekonomian Indonesia cukup stabil di tengah situasi perekonomian global yang sedang dihadapkan dengan banyak ketidakpastian.

“Di tengah situasi ekonomi dunia yang diwarnai banyak ketidakpastian, ekonomi Indonesia cukup baik dan stabil dengan pertumbuhan ekonomi yang jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia,” ujarnya alam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di sela rangkaian pertemuan KTT G7 di Hiroshima, Jepang, Sabtu (20/5/2023).

Georgieva menambahkan, IMF berharap dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, Indonesia dapat ikut serta dalam memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang lainnya, terutama dalam mengentaskan kemiskinan.

“IMF harapkan bantuan Indonesia kepada negara berkembang lain, terutama di bidang pengentasan,” tuturnya.

Selanjutnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan bahwa kinerja ekonomi Indonesia ini membuat World Bank terkagum-kagum. Pujian tersebut didengarnya dari acara Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang digelar di Jakarta.

"IMF datang memuji, World Bank datang memuji Indonesia," ungkapnya, dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI di Kompleks Parlemen DPR, dikutip Jumat (8/9/2023).

Pasalnya, Indonesia dianggap menerapkan kebijakan ekonomi yang tepat selama pandemi Covid-19, sehingga bisa pulih lebih cepat dibandingkan negara lain.

"Negara lain masih banyak yang defisit dan belum bisa kembali, Indonesia menjadi yang lebih cepat," pungkasnya.

Peluang dan Tantangan Ekonomi Indonesia

Bank Indonesia memprediksi bahwa perekonomian Indonesia masih berlanjut tumbuh pada tahun 2024. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 diproyeksikan akan terus meningkat menjadi 4,7 persen–5,5 persen. Pertumbuhan ini akan ditopang oleh konsumsi, investasi, dan ekspor.

“Pertumbuhan ditopang oleh konsumsi, investasi yang meningkat karena hilirisasi infrastruktur penanaman modal asing, pariwisata, dan lainnya,” ujar Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2022 di Jakarta, Rabu (30/11/2022).

Tidak hanya itu, diselenggarakannya pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada tahun 2024 mendatang dikabarkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

Berdasarkan data historis, ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual mengatakan, alih-alih bisa mengganggu perekonomian, penyelenggaraan Pemilu justru akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kami lihat Pemilu dari 20 tahun terakhir di Indonesia, setelah Pemilu, kondisi politik cukup stabil. Ini berkontribusi positif buat ekonomi,” ujar David dalam Acara Ekonomi dan Kebijakan Fiskal 2024 yang diselenggarakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rabu (31/5/2023), di Jakarta.

Dalam perhitungannya, penyelenggaraan Pemilu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi 0,15-0,2 persen. Dorongan itu bersumber dari belanja kampanye dan penyelenggaraan Pemilu yang bisa mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat. Pertumbuhan itu antara lain berasal dari berbagai sektor, misalnya ritel, garmen (tekstil & produk tekstil), media, logistik, serta transportasi.

Meskipun diproyeksikan memiliki banyak peluang untuk tumbuh, perekonomian Indonesia juga memiliki tantangan-tantangan yang harus dihadapi dengan hati-hati. Salah satunya adalah tantangan global, yakni terkait ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang belum juga usai.

Salah satu dampak dari ketegangan tersebut adalah naiknya harga minyak. Sebagaimana diketahui, Rusia merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia dan Ukraina adalah salah satu rute penting untuk transportasi minyak dan gas Rusia ke pasar Eropa.

Konflik yang melibatkan Rusia dapat menyebabkan ketidakstabilan pasokan energi ke Eropa, yang pada gilirannya dapat memengaruhi harga minyak dunia. Indonesia, sebagai pengimpor minyak, dapat merasakan dampaknya melalui kenaikan harga minyak global yang dapat memengaruhi biaya impor energi. 

Baca Juga: Dorong Penurunan Emisi, PLN EPI Kembangkan Ekosistem Green Ekonomi di Gunung Kidul

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: