Tetap Perkasa, Bank Mandiri Yakin Ekonomi RI Masih Kuat Lawan Gejolak Geopolitik Global
Risiko Geopolitik semakin meningkat dengan eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah dan mendorong kenaikan harga minyak serta memicu volatilitas pasar keuangan global. Nilai tukar Rupiah melemah hingga sempat mencapai posisi Rp16.260/USD, terlemah sejak tahun 2020. Bank Indonesia pada RDG bulan April 2024 menaikkan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 bps mencapai 6,25% untuk menjaga stabilitas pasar keuangan domestik.
Menanggapi hal tersebut, Bank Mandiri menilai ekonomi Indonesia diperkirakan masih cukup resilien menghadapi gejolak geopolitik global. Apalagi berakhirnya rangkaian tahapan Pilpres akan mendorong keyakinan pelaku ekonomi untuk melakukan ekspansi. Selain itu, akan segera dimulainya tahapan Pilkada juga dapat memberikan dorongan terhadap pertumbuhan konsumsi.
Baca Juga: Prospek Kinerja Kian Kinclong, Fitch Kerek Rating Bank Mandiri jadi BBB
"Proyeksi Bank Mandiri, ekonomi Indonesia masih akan mencatat pertumbuhan yang sehat pada 5,06% pada tahun 2024," ujar Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Adapun pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2024 mencapai 5,11% (lebih tinggi dibandingkan 5,04% di kuartal sebelumnya). Pertumbuhan ekonomi didorong oleh akselerasi belanja Pemerintah terutama terkait Pemilu yang juga bersamaan dengan pembayaran Tunjangan Hari Raya.
Kenaikan signifikan belanja pada tahun ini terjadi pada periode pemberian THR—2 minggu sebelum Idul Fitri—belanja tumbuh 7,1% dibandingkan dengan periode sebelum pemberian THR. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode pemberian THR tahun lalu yang sebesar 4,6%.
"Tingkat konsumsi rumah tangga masih tumbuh positif dan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Mandiri Spending Index selama triwulan 1 2024 meningkat ke level 206,7, lebih tinggi daripada level 199,1 di triwulan 4 2023," ungkap Andry.
Baca Juga: Efek Digitalisasi: 'Bawa Potensi Ekonomi Baru, Tapi Juga Bawa Dampak Negatif'
Meski demikian, lanjutnya, potensi risiko ke depan masih besar dengan masih berlangsungnya gejolak geopolitik global, kenaikan harga energi dan pangan, serta tekanan dari keluarnya investasi portfolio asing yang menyebabkan penguatan US Dollar. Dengan demikian, suku bunga acuan belum akan turun dalam waktu dekat.
"Pelemahan kondisi ekonomi global mulai berimbas pada komponen investasi dan neraca perdagangan. Pertumbuhan investasi pada triwulan I masih cenderung lambat, yang terutama masih diakibatkan masih rendahnya investasi non-bangunan. Kinerja neraca perdagangan masih mencatatkan surplus, meski dengan nilai yang terus menurun," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement