Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

2030 Puncak Emisi Ketenagalistrikan, PLN: Kita Harus Lakukan Penurunan

2030 Puncak Emisi Ketenagalistrikan, PLN: Kita Harus Lakukan Penurunan Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PT PLN (Persero) Evy Haryadi mengungkapkan bahwa puncak emisi karbon dari sektor ketenagalistrikan akan terjadi di tahun 2030. Hal ini ia ungkapkan pada peluncuran Electricity Connect 2024 di The Dharmawangsa Hotel, Jakarta, Rabu, (17/07/2024).

”Dan secara pertahap itu akan diturunkan terus sampai dengan tahun 2060, memang masih ada kenaikan emisi dari 2020 sampai 2030. Di 2030 itu adalah puncak emisi dan kemudian setelah itu kita harus melakukan penurunan emisi,” ungkap Evy.

Baca Juga: Wujudkan CSR Berkelanjutan, PLN EPI Dukung Peningkatan Kapasitas BUMDes Gunungkidul

Evy melanjutkan, jika tidak dilakukan mitigasi melalui transisi energi maka di tahun 2060 emisi karbon akan mencapai 1 billion ton CO2 per tahun. 

Untuk memitigasi hal tersebut, PLN kata Evy di fase perencanaan telah melakukan penghapusan pembangunan 13.3 GW Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sebelumnya ada di RUPTL 2019/2028. Selanjutnya, PLN juga melakukan pembatalan power purchase agreement (PPA) atau perjanjian jual-beli listrik sebesar 1,3 GW untuk PLTU, dan telah mengganti 1,1 GW listrik dari PLTU dalam fase perencanaan dan menggantinya dengan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).

Selanjutnya PLN telah merencanakan skenario Accelerating Renewable Energy Development (ARED). Dalam skenario ini sektor Rencana Usaha Penambahan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga tahun 2040 akan ditopang dari EBT sebesar 75% dan 25% dari Gas.

”Di sini kita buat bagaimana sampai dengan tahun 2040 kita sudah mendesain yang kita namakan ARED,” lanjut Evy.

Namun demikian Evy berharap Implementasi dari RUPTL ini dapat di-extend hingga lebih dari 10 tahun. 

”Karena kalau yang sebelumnya kita lebih banyak membangun menggunakan pembangkit coal dan juga gas yang mungkin pembangunannya hanya sekitar 3 sampai 5 tahun yang masuk di dalam RUPTL. Kedepan kita harus juga membangun base loader seperti hydro, geothermal kemudian juga mungkin nuklir yang memakan waktu lebih dari 10 tahun,” sambung Evy.

Projek transisi energi ini terbilang ambisius dan menantang. Pasalnya kebutuhan sisi finansial dari transisi energi mencapai 150 bilion USD.

Melalui kegiatan Electricity Connect 2024 yang akan digelar pada 20 - 22 November 2024 mendatang. Evy berharap kegiatan ini dapat menjadi jembatan bagi PLN dalam mematahkan tiap tantangan transisi energi di Indonesia.

Baca Juga: PLN Icon Plus Mendorong Pengembangan Smart Kabupaten Melalui Infrastruktur Digital dan Energi Hijau

”Jadi tentunya ini, kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan untuk bisa menjebatani bagaimana seluruh stakeholder bisa bekerjasama, bagaimana stakeholder itu bisa bersharing terhadap seluruh tantangan, dan bagaimana kemudian seluruh stakeholder bisa mencari solusi untuk bisa bersama-sama mencapai target yang menanantang ini,” tutup Evy. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: