Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011, Chandra Hamzah, menyarankan agar pasal kerugian negara dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) perlu dikaji ulang. Ia menilai bahwa definisi kerugian negara sering digunakan secara sembarangan, yang berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam penanganan kasus-kasus korupsi.
Chandra menekankan pentingnya membedakan antara kerugian negara yang nyata dan potensi kerugian yang belum pasti. "Banyak kasus yang hanya melihat potensi kerugian langsung dianggap sebagai kerugian negara, padahal dalam bisnis ada dinamika yang harus diperhatikan," ujarnya.
Pasal kerugian negara menjadi dasar dalam banyak kasus korupsi di Indonesia, namun sering kali diterapkan tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Chandra mengusulkan agar pasal tersebut diperjelas agar tidak mudah disalahgunakan, dengan definisi yang lebih tegas antara kerugian nyata dan potensi kerugian.
"Kita butuh aturan yang lebih adil. Jangan sampai setiap keputusan bisnis yang membawa risiko dianggap sebagai tindak pidana korupsi hanya karena ada potensi kerugian," tegasnya.
Baca Juga: Menuju Indonesia Emas 2045, Ini Sinergi Membawa BUMN 'Menari Lincah'
Ia juga menyoroti pentingnya memberikan kepastian hukum bagi pelaku bisnis, khususnya di sektor BUMN, yang sering terlibat dalam proyek-proyek besar.
Chandra menekankan bahwa keputusan bisnis seharusnya dievaluasi berdasarkan hasil akhir, bukan hanya potensi kerugian. “Negara harus mampu membedakan mana risiko bisnis dan mana yang benar-benar merugikan negara secara nyata,” pungkasnya.
Ia berharap penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi di BUMN bisa lebih adil dan berdasarkan prinsip-prinsip yang matang. Contoh yang diungkapkan Chandra adalah akuisisi yang dilakukan oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), yang dipandang merugikan negara oleh sebagian pihak, meskipun terdapat aspek bisnis yang wajar dalam setiap akuisisi.
“Penegakan hukum terhadap akuisisi di BUMN harus memperhatikan aspek bisnis secara menyeluruh, bukan hanya fokus pada satu sisi potensi kerugian,” tambahnya.
Chandra mengingatkan bahwa risiko kerugian dalam bisnis adalah hal yang wajar dan tidak selalu mencerminkan tindak pidana korupsi. Ia meminta aparat penegak hukum untuk lebih bijak dalam menggunakan pasal kerugian negara agar tidak merugikan pihak-pihak yang terlibat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement