Indonesia dan Malaysia kembali menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap implementasi aturan deforestasi (EUDR) yang semakin mendekati tenggat waktu kendati kebijakan ini berpotensi ditunda hingga setahun. Hal tersebut terungkap dari pertemuan ketiga Gugus Tugas Gabungan Ad Hoc (JTF).
Kedua negara, dalam suasana diskusi yang intensif tersebut, mendesak Uni Eropa (UE) segera memberikan pedoman pelaksanaan yang kelas. Pasalnya, mereka mengaku khawatir jika informasi praktis tidak disampaikan tepat waktu, maka pasar UE akan menjadi tidak pasti sehingga hal tersebut dampak negatif bagi rantai pasokan komoditas utama mereka, seperti minyak sawit.
Baca Juga: Ukraina Bantah Larang Minyak Sawit: Pada Kenyataannya...
Selain itu, Uni Eropa juga menyoroti kekhawatiran terkait larangan hukum di Indonesia dan Malaysia terhadap pengumpulan data geolokasi yang menjadi persyaratan utama dalam EUDR. Bagi operator EUDR, kemampuan melacak rantai pasokan melalui data geolokasi sangat penting dalam memastikan keberlanjutan.
Akan tetapi, secara tegas Indonesia dan Malaysia menekankan bahwa undang-undang privasi dan keamanan di kedua negara melindungi data ini sehingga pengumpulan geolokasi diatur secara ketat.
Dalam peraturan tersebut, pihak Uni Eropa yang diwakili oleh Direktur Jenderal Lingkungan Hidup Komisi Eropa, Florika Fink Hooijer, mengaku kagum dengan langkah yang diambil oleh Indonesia dan Malaysia dalam meningkatkan ketertelusuran dan transparansi rantai pasokan komoditas.
Dalam keterangan yang dikutip oleh Warta Ekonomi, Selasa (15/10/2024), bukti komitmen kuat Indonesia dan Malaysia dalam industri kelapa sawit berkelanjutan dibuktikan beberapa hal. Misalnya prakarsa Dasbor Nasional Indonesia dan juga berbagai perangkat ketertelusuran Malaysia seperti Sawit Intelligent Management System (SIMS), GeoPalm Portal, dan MSPO Trace.
Oleh sebab itu, Uni Eropa mengaku menyambut baik penerapan skema sertifikasi nasional seperti Minyak Sawit Berkelanjutan Malaysia (MSPO) dan Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). Pasalnya, kedua hal tersebut dianggap membantu operator dan pedagang dalam memenuhi standar keberlanjutan.
Kedua negara tersebut, Indonesia dan Malaysia, sepakat bahwa salah satu prioritas penting dalam sawit berkelanjutan adalah dengan memperkuat skema ketertelusuran nasional. Selain itu, Uni Eropa pun menegaskan dukungannya untuk membantu kedua negara dalam memperkuat sistem yang ada. Hal tersebut diharapkan dapat memfasilitas operator untuk mematuhi EUDR tanpa mengorbankan kepentingan lokal.
Lebih lanjut, Uni Eropa dalam konteks keberlanjutan juga menyampaikan komitmennya untuk terus melanjutkan pertemuan konsultasi terkait peta tutupan hutan.
Baca Juga: EUDR Gak Fair, Gulat Manurung Dorong Uni Eropa Turun Gunung Bantu Petani Sawit
Tujuan dari kolaborasi tersebut tak lain untuk meningkatkan kualitas data ilmiah yang tersedia dengan mengacu pada definisi yang disepakati secara multilateral. Uni Eropa pun menegaskan bahwa peta Observatorium Hutan Uni Eropa hanya berfungsi sebagai alat pendukung dna tidak bersifat mengikat secara hukum.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement