Bertemu Prabowo, Ray Dalio Sebut Indonesia Berpotensi Jadi Raksasa Ekonomi Baru!

Konglomerat asal Amerika Serikat (AS), Raymond Thomas Dalio atau Ray Dalio, menilai Indonesia memiliki potensi besar untuk mengalami transisi ekonomi seperti yang terjadi di China dan Singapura. Dalam pertemuannya dengan Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Negara pada Jumat (7/3/2025), Dalio menyoroti berbagai faktor yang mendukung transformasi tersebut.

"Saya melihat Indonesia berada dalam point take-off yang memiliki potensi besar untuk perubahan masa depan yang luar biasa. Salah satu faktor utama yang mendukung hal ini adalah tingkat utang yang cukup rendah serta kemampuan negara untuk menginvestasikan modal demi pertumbuhan," ujar Dalio.

Baca Juga: Prabowo Minta Masukan Konglomerat AS untuk Danantara

Pendiri hedge fund Bridgewater Associates itu menekankan bahwa transisi menuju ekonomi yang lebih maju bergantung pada kepemimpinan yang kuat dan reformasi yang berani. Ia membandingkan kondisi Indonesia saat ini dengan China pada 1994 dan Singapura di era kepemimpinan Lee Kuan Yew.

"Saya telah melihat bagaimana negara-negara dengan kepemimpinan yang tangguh bisa memanfaatkan potensinya untuk menciptakan perubahan yang luar biasa. Namun, ada tantangan yang harus diatasi, seperti birokrasi, kemudahan berbisnis, kewirausahaan, pembentukan modal, serta tindakan terhadap korupsi," jelas Dalio.

Baca Juga: Prabowo Pastikan Danantara Dikelola dengan Penuh Perhitungan, Tak Asal Jalan!

Ia menegaskan bahwa reformasi yang tepat dapat mengatasi hambatan tersebut dan membantu Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat. Sebagai investor kawakan, Dalio mengaku tertarik untuk berkontribusi dalam proses tersebut.

"Aspek utama dalam revitalisasi ekonomi suatu negara adalah bagaimana pemimpinnya mengambil kendali, membuat reformasi yang sulit, dan mengatasi tantangan dengan strategi yang tepat," katanya.

Dalio dikenal sebagai salah satu investor paling berpengaruh di dunia, dengan kekayaan mencapai USD14 miliar atau sekitar Rp218 triliun per Oktober 2024. Ia juga terkenal dengan pendekatan investasinya yang berbasis data dan analisis makroekonomi.