Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI : Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp7.197 triliun di April 2025

BI : Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp7.197 triliun di April 2025 Kredit Foto: Antara/Bayu Pratama S
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI), mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada April 2025 sebesar 431,5 miliar dolar AS atau Rp7.197,76 triliun (Kurs Rp16.679 per dolar AS).

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso mengatakan bahwa nilai tersebut tumbuh 8,2% secara tahuanan atau year on year (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2025 sebesar 6,4% (yoy). 

“Perkembangan posisi ULN April 2025 tersebut bersumber dari sektor publik. Kenaikan posisi ULN juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global,” kata Denny dalam keterangan resmi, Jakarta, Senin (16/6/2025).

Baca Juga: BI Sebut Modal Asing Kabur Rp4,48 Triliun Minggu Ini

Sementara itu, ULN pemerintah pada April 2025 sebesar 208,8 miliar dolar AS, atau tumbuh sebesar 10,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan 7,6% (yoy) pada Maret 2025. 

Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik, seiring dengan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi. 

“Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga kredibilitas dengan mengelola ULN secara hati-hati, terukur, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas pemerintah,” imbuhnya. 

Denny mengatakan, penggunaan utang luar negeri bagi pemerintah sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN. 

Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 22,3% dari total ULN pemerintah, Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 18,7%, Jasa Pendidikan (16,4%); Konstruksi (12,0%); serta Transportasi dan Pergudangan sebesar 8,7%. 

“Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah,” terangnya. 

Di sisi lain, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan yang lebih rendah. Pada April 2025, posisi ULN swasta tercatat sebesar 194,8 miliar dolar AS, atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan kontraksi bulan sebelumnya sebesar 1,0% (yoy). 

Perkembangan tersebut terutama didorong oleh ULN lembaga keuangan (financial corporation) yang tumbuh sebesar 2,9% (yoy), setelah pada Maret 2025 terkontraksi 2,2% (yoy). 

Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan, Jasa Keuangan dan Asuransi, Pengadaan Listrik dan Gas, serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 80,0% dari total ULN swasta. 

“ULN swasta tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,9% terhadap total ULN swasta,” urainya. 

Baca Juga: Utang Jadi Sorotan, Dolar Melemah Usai Penurunan Peringkat Kredit AS

Denny menegaskan bahwa struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 30,3% pada April 2025, dari 30,6% pada Maret 2025, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 85,1% dari total ULN. 

Denny menyatakan, dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.

“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cita Auliana
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: