Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Provinsi Pancasila: Usulan Jalan Tengah Mengatasi Polarisasi Agama

Oleh: Theresia Permadi, -

Provinsi Pancasila: Usulan Jalan Tengah Mengatasi Polarisasi Agama Kredit Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam beberapa tahun terakhir, bangsa Indonesia menyaksikan gejala yang mengkhawatirkan: meningkatnya polarisasi sosial dan politik yang dipicu oleh tafsir keagamaan yang sempit. Di tengah semangat persatuan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa melalui Pancasila, ironi ini muncul justru di era ketika kita sudah merdeka lebih dari 75 tahun.

Salah satu bentuk respons terhadap gejala ini adalah dibentuknya “Desa Pancasila” oleh TNI bersama berbagai komponen masyarakat. Upaya ini patut diapresiasi karena bertujuan menghidupkan kembali nilai-nilai kebangsaan dan toleransi di tingkat akar rumput. Namun, pertanyaannya: apakah cukup hanya di level desa?

Dalam konteks inilah, saya ingin mengusulkan sebuah gagasan: mengangkat wilayah-wilayah yang telah hidup rukun dalam keragaman menjadi simbol nasional baru, yakni “Provinsi Pancasila.” Daerah-daerah seperti Sulawesi Utara, NTT, dan Kalimantan Tengah selama ini telah memberi teladan hidup berdampingan antarumat beragama tanpa mengedepankan mayoritas atau minoritas.

Jika Aceh diberikan status otonomi khusus dengan penerapan Syariat Islam sebagai bentuk penghargaan terhadap sejarahnya, maka sebagai bentuk keadilan dan keseimbangan kebangsaan, menghadirkan Provinsi Pancasila dapat menjadi simbol integratif—tempat nilai-nilai pluralisme ditegakkan secara nyata, bukan hanya slogan.

Gagasan ini tidak bertujuan melawan siapa pun. Justru sebaliknya: ia menjadi jalan tengah untuk menyatukan bangsa yang sedang rentan terbelah karena agama. Ia menawarkan alternatif selain hanya mengandalkan jargon politik. Ia menghidupkan semangat sejati para pendiri bangsa yang memimpikan Indonesia sebagai rumah bersama bagi semua, tanpa syarat agama, suku, atau ras.

Dalam situasi politik pasca pemilu yang penuh ketegangan, saya bahkan berpikir alangkah baiknya bila tokoh-tokoh muda yang ingin tumbuh dalam kepemimpinan nasional, seperti Gibran Rakabuming Raka, bisa lebih dahulu membuktikan kapasitas kenegaraan melalui jabatan Gubernur di Provinsi Pancasila ini. Ini akan menjadi panggung nyata, bukan sekadar simbolis. Di saat yang sama, wakil presiden dapat diisi oleh tokoh senior yang memiliki wibawa kenegaraan dan pengalaman panjang, demi menjaga stabilitas dan etika politik.

Bangsa ini tidak boleh terus membiarkan luka-luka sektarian menganga. Indonesia tidak bisa menjadi besar jika hanya menjadi milik satu kelompok. Pancasila harus kembali menjadi ruh yang hidup, bukan hanya dokumen di dinding.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: