Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perjalanan Guccio Gucci Membangun Gucci, dari Penjaga Lift hingga Sukses Miliki Ratusan Cabang

Perjalanan Guccio Gucci Membangun Gucci, dari Penjaga Lift hingga Sukses Miliki Ratusan Cabang Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gucci adalah simbol kemewahan dan prestise dalam industri mode. Di balik kejayaan merek ini terdapat kisah perjuangan panjang yang dimulai dari seorang pria bernama Guccio Gucci. Ia adalah anak pengrajin kulit dari Florence, Italia yang membangun merekn hingga menjadi kerajaan mode dunia.

Guccio Gucci lahir pada 26 Maret 1881 di Florence. Ayahnya, Gabriello Gucci, adalah seorang pengrajin kulit. Di usia muda, Guccio merantau ke Paris dan kemudian ke London, di mana ia bekerja sebagai penjaga lift di hotel mewah Savoy. Di sanalah, ia terpesona oleh koper dan aksesori mewah para tamu bangsawan. 

Pengalaman itu begitu membekas hingga ia kembali ke Florence dan mendalami lagi kerajinan kulit, termasuk sempat bekerja di perusahaan koper untuk kalangan elite, Franzi. Pada 1921, berbekal tabungan dan pengetahuannya, ia mendirikan toko kecil bernama House of Gucci di Via della Vigna Nuova, Florence.

Di toko pertamanya, Guccio menjual koper impor dan memproduksi sendiri aksesori kulit berkualitas tinggi. Ia merekrut pengrajin lokal terbaik dan mulai memproduksi tas, ikat pinggang, dan perlengkapan berkuda yang menjadi tren di kalangan elit saat itu. Motif seperti tali kekang dan horsebit serta warna hijau-merah-hijau menjadi elemen ikonik desain Gucci yang masih bertahan hingga kini.

Ketika kulit menjadi barang langka selama Perang Dunia II, Gucci berinovasi dengan menggunakan bahan alternatif seperti rami dan bambu, menciptakan desain "Bamboo Bag" yang kini melegenda.

Guccio Gucci menikahi Aida Calvelli, seorang penjahit, dan memiliki empat putra, yaitu Aldo, Rodolfo, Vasco, dan Ugo. Anak-anaknya turut terlibat dalam bisnis keluarga dan berperan penting dalam memperluas jaringan butik di Roma (1938), Milan, hingga New York (1951). 

Pada 1933, Aldo merancang logo ikonik double-G yang mewakili inisial sang ayah dan menjadi simbol kekuatan merek Gucci.

Guccio Gucci meninggal dunia pada 2 Januari 1953, dua minggu setelah pembukaan butik Gucci di New York. 

Baca Juga: Cerita Sukses Benny Suherman di Dunia Sinema, dari 'Pandji Tengkorak' hingga Ribuan Layar Cinema XXI

Memasuki abad ke-21, Gucci memasuki fase transformasi besar-besaran. Era kepemimpinan Alessandro Michele (2015–2022) ditandai dengan ledakan kreativitas yang menghadirkan estetika eksentrik, gender-fluid, dan berani. Di bawah arahannya, Gucci mengalami pertumbuhan pendapatan eksplosif dan menjadi perbincangan hangat di dunia fashion.

Namun, setelah beberapa tahun, momentum itu mulai menurun. Pada 2023, Sabato De Sarno menggantikan Michele dan memperkenalkan arah baru “quiet luxury” yang lebih minimalis dan anggun. Koleksi debutnya, Ancora, memamerkan gaya yang bersih, modern, dan lebih klasik. Namun, masa jabatannya singkat.

Pada Juli 2025, Gucci kembali membuat gebrakan dengan menunjuk Demna (dari Balenciaga) sebagai direktur kreatif artistik. Dikenal dengan gaya avant-garde dan streetwear couture, Demna diharapkan membawa napas segar sekaligus relevansi kultural baru untuk Gucci.

Meski nama Gucci tetap kuat, tantangan finansial membayangi. Paruh pertama 2025 menunjukkan penurunan pendapatan sebesar 26% dibanding tahun sebelumnya, dengan pendapatan grosir anjlok hingga 42%. Margin keuntungan juga turun tajam. Penurunan ini disebabkan oleh kondisi pasar yang sulit, menurunnya wisata belanja, serta strategi Gucci sendiri untuk mengurangi distribusi grosir demi menjaga eksklusivitas merek.

Gucci bukan hanya tentang warisan, tapi juga inovasi. Dalam beberapa tahun terakhir, Gucci menjadi pelopor digitalisasi di industri fashion mewah. Mereka merombak total e-commerce, membangun pengalaman omnichannel, hingga memanfaatkan teknologi AR/VR dan AI untuk meningkatkan interaksi pelanggan.

Baca Juga: Bukan dari Indonesia, Ini Sejarah Pena PILOT dari Jepang hingga Sukses Tersebar ke Berbagai Negara

Lebih dari itu, Gucci juga menempatkan keberlanjutan sebagai pilar utama bisnisnya. Sejak 2018, merek ini telah menjadi netral karbon dan meluncurkan berbagai inisiatif, seperti:

  • Program “Gucci-Up” untuk mengurangi limbah kulit
  • Pemakaian energi 100% terbarukan
  • Larangan bulu hewan sejak 2018
  • Penelusuran bahan baku secara penuh
  • Penggunaan material ramah lingkungan seperti nilon daur ulang dan katun organik

Mereka juga aktif secara sosial melalui program Gucci Changemakers yang mendorong keberagaman dan kesetaraan.

Kini, di bawah arahan Demna dan CEO baru Stefano Cantino, Gucci memasuki babak baru yang menjanjikan perpaduan antara warisan, inovasi kreatif, teknologi digital, dan keberlanjutan. Merek Gucci tidak hanya menjual barang mewah, ia menjual cerita, nilai, dan warisan yang terus berevolusi bersama zaman.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: