PP 28/2024 Dinilai Tekan PAD, Bupati Bondowoso Desak Deregulasi Aturan Tembakau
Kredit Foto: Antara/Siswowidodo
Genap satu tahun sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 diberlakukan, polemik atas dampaknya kian terasa. Regulasi ini bukan hanya memengaruhi sektor tembakau, tetapi juga menekan Pendapatan Asli Daerah (PAD), industri kreatif, hingga kelangsungan usaha kecil. Di tengah situasi tersebut, Bupati Bondowoso, Abdul Hamid Wahid, tampil sebagai salah satu kepala daerah yang berani menyuarakan keresahan warganya.
"Hal ini jelas akan memiliki dampak negatif terhadap penghasilan daerah Bondowoso. Adanya larangan zonasi penjualan dan iklan rokok (di media luar ruang) akan berdampak pada menurunnya permintaan rokok dan penurunan PAD dari pajak reklame," ungkapnya.
Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bondowoso mencatat, hingga September 2024, realisasi pajak reklame baru menyentuh angka 37,9% atau sekitar Rp568 juta dari target Rp1,5 miliar. Aturan pembatasan iklan rokok dalam radius 500 meter dari sekolah dan area bermain anak semakin memperbesar potensi penurunan pendapatan. Padahal, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso tengah menargetkan kenaikan PAD dari Rp255 miliar di tahun 2024 menjadi Rp300 miliar pada 2025.
Baca Juga: Produksi Rokok dan Penerimaan Cukai Anjlok, Industri Tembakau Tertekan
Hamid juga menyoroti dampak terhadap petani tembakau, yang merupakan mayoritas penduduk di Bondowoso, salah satu sentra tembakau terbesar kelima di Jawa Timur. Ia menyatakan dukungan terhadap upaya deregulasi terhadap pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024.
"Prinsipnya setuju dengan adanya deregulasi karena deregulasi merupakan salah satu langkah yang bisa ditempuh agar pengimplementasian sebuah regulasi memberikan atau menerima manfaat maksimum," imbuhnya.
Kekhawatiran serupa datang dari pelaku industri kreatif, khususnya media luar ruang. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Media Luar Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernardi menyoroti pasal pelarangan iklan produk tembakau di media luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Menurutnya, aturan ini sulit diterapkan karena tidak adanya definisi yang jelas mengenai lokasi-lokasi tersebut.
“Mempertimbangkan hal ini, AMLI sebagai pemangku kepentingan terdampak hanya akan memberlakukan pasal ini untuk titik reklame baru, menunjukkan kesulitan dalam menerapkan aturan ini pada infrastruktur yang sudah ada,” ujarnya.
Baca Juga: Anggota DPR dan Petani Tembakau Kompak Tolak PP 28/2024, Tagih Janji Presiden Prabowo
Fabianus menegaskan bahwa pelaku industri periklanan telah lama patuh terhadap regulasi dan berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak daerah. Ia menyatakan dukungan terhadap upaya menurunkan prevalensi perokok, namun menilai pendekatan edukatif yang kreatif jauh lebih efektif dibandingkan kebijakan yang membatasi ruang usaha.
Hasil survei AMLI terhadap 57 perusahaan di 29 kota menunjukkan bahwa 86% perusahaan media luar ruang akan terdampak langsung oleh PP 28/2024. Bahkan, lebih dari 59% tenaga kerja di sektor ini berisiko terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Tanpa adanya solusi yang adil, kebijakan ini akan mendorong PHK massal hingga penutupan usaha di sektor media luar ruang,” tegas Fabianus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement