Kredit Foto: Antara/Seno
Pengamat menilai kehadiran ojek online atau ojol dalam satu dekade terakhir mengubah wajah transportasi Indonesia. Pasalnya, mereka cepat dikenal publik, tampil di layar ponsel, hingga diterima dalam pertemuan resmi di Istana Presiden dan kantor Wakil Presiden.
Bahkan, nama ojol juga rutin menghiasi pemberitaan media, berbeda dengan pengemudi konvensional yang sudah lama hadir namun jarang mendapat sorotan.
Muhamad Akbar, Pengamat Transportasi, menilai fenomena ini mencerminkan ketimpangan ekonomi dan sosial di sektor transportasi.
“Ojol memiliki identitas visual yang kuat lewat seragam hijau dan helm dengan logo aplikasi. Identitas ini membangun solidaritas, mudah dikenali, dan memperkuat posisi mereka di mata publik,” ujarnya, Selasa (9/9/2025).
Sebaliknya, pengemudi konvensional tidak memiliki simbol kolektif. Seragam angkot berbeda dengan bus, sementara pengemudi truk umumnya hanya mengenakan pakaian seadanya. Kondisi ini membuat mereka sulit dipersepsikan sebagai satu kelompok utuh.
Era digital juga memperkuat solidaritas ojol. Melalui WhatsApp dan Telegram, mereka cepat terkoordinasi, baik untuk aksi solidaritas maupun protes terkait tarif.
“Ojol mampu memanfaatkan ruang digital untuk memperbesar daya tawar ekonomi-politik mereka. Itu tidak dimiliki pengemudi konvensional,” kata Akbar.
Media turut memperbesar jarak. Kisah keseharian ojol kerap menjadi berita, sementara pengemudi konvensional lebih sering muncul saat kecelakaan besar atau isu teknis seperti truk ODOL.
Politisi pun lebih rajin merangkul ojol menjelang pemilu karena dianggap strategis sebagai basis pemilih.
“Ketimpangan ini perlu diwaspadai karena dapat memperlebar jurang kesejahteraan antar kelompok pengemudi. Ojol terlihat berjaya, sementara konvensional semakin tersisih,” tegas Akbar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement