Bisa Klaim Cepat Tanpa Assessment, Pemerintah Siapkan Asuransi Parametrik untuk Skala Nasional
Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Sistem klaim cepat menjadi keunggulan utama dari asuransi parametrik kebencanaan yang tengah dikembangkan oleh pemerintah bersama perusahaan asuransi, reasuransi, dan asosiasi industri. Produk ini memungkinkan pencairan klaim hanya dalam waktu 7 hingga 14 hari, jauh lebih singkat dibandingkan asuransi konvensional yang membutuhkan proses verifikasi kerusakan di lapangan.
Kepala Departemen Industry Research Indonesia Re, Fiza Wira Atmaja, mengatakan kecepatan tersebut sangat krusial karena dana yang dicairkan dapat langsung digunakan untuk mendukung masa tanggap darurat.
“Kalau yang parametrik ini kebutuhannya dana cepat. Jadi, kami sedang menyusun sistem yang bisa mencairkan klaim dalam waktu 7 sampai 14 hari,” ungkap Fiza, Jumat (12/9/2025).
Asuransi indemnity biasanya membayar klaim berdasarkan tingkat kerusakan yang telah di-assess di lapangan. Nilai penggantian bisa mencapai 500–2.000 kali dari harga premi, tergantung jenis bencana. Misalnya, 0,05 persen untuk banjir hingga 0,2 persen untuk gempa. Namun, asuransi parametrik bekerja dengan cara berbeda. Dana klaim langsung ditentukan dari indikator tertentu. Semakin tinggi curah hujan atau semakin besar magnitudo gempa, semakin besar pula nilai pembayaran klaim.
“Inilah keunggulan parametrik, karena tidak perlu assessment sehingga lebih cepat. Tapi di sisi lain, ada tantangan basis risk,” kata Fiza.
Basis risk menjadi salah satu kelemahan sistem parametrik. Hal ini terjadi ketika nilai klaim yang dibayarkan tidak sesuai dengan kerugian sebenarnya. Fiza mencontohkan, suatu wilayah mengalami curah hujan tinggi yang secara sistem memicu pembayaran klaim besar.
Namun, karena wilayah itu memiliki sistem drainase yang baik, banjir yang terjadi tidak parah dan kerugiannya kecil. Meski demikian, klaim tetap dibayarkan dengan jumlah besar sesuai parameter curah hujan, bukan kondisi lapangan.
“Kalau asuransi indemnity pasti sesuai hasil penilaian kerugian, sedangkan parametrik membayar berdasarkan parameter. Jadi, bisa terjadi mismatch antara kerugian nyata dengan nilai klaim,” jelas Fiza.
Meski masih menghadapi tantangan desain dan risiko basis, industri menilai asuransi parametrik tetap menjadi solusi penting dalam manajemen bencana di Indonesia. Produk ini diharapkan bisa segera diterapkan secara nasional pada 2026 untuk mendukung kesiapsiagaan dan mempercepat pemulihan pascabencana.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement