Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Backlog Perumahan Jadi Cermin Kesenjangan Ekonomi Nasional

Backlog Perumahan Jadi Cermin Kesenjangan Ekonomi Nasional Kredit Foto: (Istimewa)
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden Prabowo Subianto dalam pemerintahannya menargetkan pembangunan 3 juta unit rumah sebagai program prioritas nasional untuk mengatasi backlog perumahan yang masih mencapai 9,79 juta unit berdasarkan data Susenas BPS 2023.

Isu ini mengemuka dalam diskusi Indonesia Roundtable of Young Economists (INRY) bertajuk “Tabungan, Asuransi Mikro, dan Pembangunan Perumahan Rakyat: Jalan Baru Mengatasi Backlog Perumahan” di Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Baca Juga: Prabowo Respon Isu Program Makan Bergizi: 'Kita Akan Selesaikan dengan Baik

Dalam diskusi itu diketahui hadir pula pakar lintas sektor, mulai dari ekonom, perbankan, akademisi, hingga pemerintah. Pada momen ini, mereka menekankan perlunya pendekatan multidimensi dalam menjawab krisis perumahan yang berdampak pada sosial, ekonomi, dan kesehatan publik.

Direktur Utama PT Askrindo, M. Fankar Umran, menyebut program 3 juta rumah tidak cukup hanya menambah jumlah unit. Ia menilai skema kredit harus lebih fleksibel bagi petani dan nelayan dengan pendapatan musiman

“Sebanyak 80–90% backlog terjadi di kalangan pelaku usaha kecil yang tidak punya cash flow memadai,” ujarnya.

Tenaga Ahli Menteri PMK, Arnoldus Paut, juga mengingatkan kaitan rumah layak dengan isu kesehatan.

“Di Sukabumi, kasus askariasis muncul karena rumah tidak sehat. Jadi, rumah yang aman dan sehat, jika kita memilih lokasi, bahan bangunan dan pengelolaan limbah dan sampah yang baik,” katanya.

Di sisi lain, ekonom BRI, Ramadani Partama, menilai literasi perumahan rendah dan lokasi menjadi faktor utama preferensi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Preference-nya temuan kami, salah satu hal yang penting orang itu mau beli rumah adalah literasi terhadap housing policy. Apalagi kepada masyarakat berpenghasilan rendah, dimana tingkat edukasinya itu cenderung relatif rendah. Jadi komunikasinya harus jelas,” ucapnya.

Selain itu, CEO UI Leadership Development Center, Frits H. Soejoedi, menambahkan harga rumah kini semakin tidak terjangkau.

“Dalam salah satu survey, gen Z dan milenial, dengan rata-rata gaji yang mereka peroleh saat ini, mungkin akan dibutuhkan 30-40 tahun kemudian untuk bisa mendapatkan rumah,” ujarnya.

Mamay Sukaesih dari Bank Mandiri menilai pembangunan rumah perlu dukungan BUMN, khususnya dalam suplai bahan bangunan. Terelebih, melihat mayoritas backlog perumahan ataupun yang tidak layak huni, 45-50% berasal dari pekerja sektor informal.

Sementara itu, ekonom dan Dewan Pembina INRY, Harryadin Mahardika, menekankan perlunya keberpihakan negara.

“Dulu di tahun 1970-1980an, sebuah keluarga itu bisa mencicil rumah atau membeli rumah hanya dengan single income saja. Indonesia atau pun di Amerika. Tapi semakin lama, semakin kita bergerak, bahkan double income mungkin tidak cukup sekarang. Artinya memang karena dunianya berubah,” ucapnya.

Baca Juga: Usman Hamid Menyoroti Kenapa Pidato Prabowo di PBB Tak Lantang Menyebut 'Israel Lakukan Genosida terhadap Palestina'

Para panelis sepakat, penyelesaian backlog perumahan tidak bisa hanya ditangani satu kementerian. Solusi seperti skema rent-to-own, tabungan perumahan, cicilan harian, hingga asuransi mikro dinilai dapat mendukung inklusi perumahan bagi MBR.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Azka Elfriza
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: