Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga Nikel Fluktuatif, Antam & Vale Tetap Kinclong — Ini Analisis Pengamat

Harga Nikel Fluktuatif, Antam & Vale Tetap Kinclong — Ini Analisis Pengamat Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di tengah harga nikel global yang masih bergejolak dan ekonomi Tiongkok yang melambat, dua raksasa tambang di bawah Grup MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), justru tampil gemilang di kuartal III-2025. Namun, pengamat pertambangan dan energi Ferdy Hasiman menilai pemerintah perlu segera memperkuat desain industri nasional agar hilirisasi nikel tak berhenti di produk antara.

“Untuk industri nikel pasti permintaan akan terus ada. Mungkin memang ada faktor jangka pendek, apalagi kalau sudah dibangun untuk kebutuhan sepuluh tahun ke depan. Industri ini pasti punya permintaan yang relatif stabil,” ujar Ferdy kepada Warta Ekonomi Rabu (5/11/2025).

Ia menjelaskan, tren baterai kendaraan listrik di Tiongkok kini sudah beralih dari lithium-ion jenis NMC (nikel, mangan, kobalt), sementara Indonesia masih fokus pada tipe tersebut.

Baca Juga: Industri Nikel Makin Tangguh, MIND ID Jadi Penopang Utama Hilirisasi Nasional

“Baterai mobil listrik di Tiongkok sekarang bukan lagi menggunakan lithium-ion jenis NMC. Sementara Indonesia masih fokus di nikel untuk lithium-ion battery,” katanya.

Menurut Ferdy, pemerintah harus segera menata ulang arah pengembangan industri nikel agar nilai tambah bisa maksimal di dalam negeri.

“Desain industri nasionalnya belum jelas. Pemerintah perlu segera membuat desain industri yang lebih menyeluruh,” tegasnya.

Produk nikel dari Antam dan Vale, lanjut Ferdy, saat ini masih berupa produk antara seperti feronikel dan nikel matte, padahal peluang ekspansi ke industri hilir seperti stainless steel dan produk turunannya sangat besar.

“Produk-produk yang dihasilkan oleh Antam dan Vale itu baru sebatas produk antara... Akan jauh lebih menarik kalau pemerintah bisa segera membangun industri hilir, bukan hanya berhenti di produk antara,” ujarnya.

Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Cetak Laba USD52,44 Juta, Produksi Nikel Tumbuh 4%

Secara fundamental, performa kedua emiten tambang ini memang tangguh. Antam membukukan lonjakan produksi bijih nikel hingga 12,55 juta wmt, naik 72% year-on-year, dengan penjualan 11,23 juta wmt, melonjak 97% dari tahun lalu.

Sementara Vale Indonesia membukukan produksi nikel matte 19.391 ton, tumbuh 4% secara kuartalan, dengan laba bersih US$27,2 juta, melonjak dari US$3,5 juta di kuartal sebelumnya.

“Sekarang produk antara dari MIND ID sudah menjadikannya salah satu perusahaan yang diperhitungkan di dunia. Dulu Antam asetnya cuma sekitar Rp1–3 triliun... sekarang hampir Rp200 triliun. Jadi sangat besar, dan keuntungannya juga meningkat pesat,” kata Ferdy.

Ferdy juga menepis isu “dirty nickel" yang sempat dikaitkan dengan Vale.

“Oh, tidak. Vale justru salah satu perusahaan yang menjalankan GCG dengan baik. Mereka menggunakan PLTA sendiri — seperti di Sungai Matanau — dan itu luar biasa,” ujarnya.

“Jadi, cap ‘dirty nickel’ itu tidak berlaku untuk mereka. Istilah itu biasanya hanya relevan untuk penambang kecil yang tidak punya sistem pengelolaan lingkungan yang baik.”

Baca Juga: PP Presisi Raup Kontrak Baru Rp150 Miliar di Proyek Nikel Antam

Ia menilai, sinergi antara Vale dan Antam di bawah MIND ID sudah cukup kuat untuk membentuk rantai pasok nikel nasional yang terintegrasi. “Saya kira sudah cukup kuat, karena Vale sudah lama menerapkan digitalisasi dan tata kelola yang baik. Mereka juga punya konsesi tambang yang sangat strategis,” ujarnya.

Menutup analisisnya, Ferdy menegaskan bahwa penguatan industri hilir nikel akan menjadi kunci pertumbuhan ekonomi ke depan.

“Ekonomi nasional ke depan tidak boleh hanya bertumpu pada APBN, tapi juga harus pada sektor industri strategis seperti ini. Contohnya, di Bangka Belitung, Timah sudah jadi tulang punggung ekonomi daerah,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: