Kredit Foto: Istimewa
Sekretaris Jenderal Indonesia Food Security Review (IFSR), Isyraf Madjid, mengusulkan pembentukan Komite Nasional Keselamatan MBG (KNK-MBG) sebagai lembaga independen untuk memastikan keamanan pangan dan tata kelola yang transparan dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurut Isyraf, skala program MBG yang ditargetkan menjangkau 82,9 juta penerima manfaat dengan lebih dari 30.000 dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia menuntut sistem keselamatan yang disiplin dan berkelanjutan.
Baca Juga: MBG Jadi Investasi Gizi Jangka Panjang, Bukan Sekadar Makan Gratis
“Skala Program MBG sangat besar. Tanpa mekanisme investigasi independen, respons terhadap insiden keamanan pangan sering berhenti pada klarifikasi atau sanksi sementara, dan tidak menjadi perbaikan sistemik,” ujar Isyraf Madjid, dilansir Selasa (11/11).
Isyraf menilai, mekanisme pengawasan MBG seharusnya meniru pendekatan di sektor penerbangan, di mana setiap insiden diselidiki oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) secara tuntas dan hasilnya dipublikasikan agar menjadi pembelajaran bersama.
“Pola pikir yang sama dibutuhkan di MBG. Komite independen perlu menelusuri akar masalah setiap insiden, menerbitkan rekomendasi korektif, dan memastikan tindak lanjut dijalankan oleh seluruh SPPG,” jelasnya.
Dalam rancangan yang diusulkan, KNK-MBG akan memiliki mandat menyelidiki setiap insiden keamanan pangan dari hulu ke hilir. Komite ini diharapkan memiliki kewenangan untuk mengakses data internal, melakukan audit rantai pasok, pengujian laboratorium, serta mewajibkan tindak lanjut rekomendasi.
Isyraf menegaskan, transparansi menjadi prinsip utama. Laporan investigasi harus dipublikasikan secara terbuka, sementara setiap pengelola SPPG wajib membaca dan menindaklanjutinya.
“Dengan transparansi, setiap insiden berubah menjadi pelajaran yang mendorong perbaikan sistemik,” katanya.
Ia juga mencontohkan pengalaman dari negara lain seperti India dan Brasil. Di India, insiden keamanan pangan pada 2013 mendorong audit menyeluruh terhadap higienitas dan pengawasan, sementara di Brasil, pengawasan dilakukan secara partisipatif melalui dewan pangan sekolah yang melibatkan ahli gizi dan masyarakat.
Kedua negara itu, kata Isyraf, menunjukkan bahwa tata kelola yang tegas, transparan, dan partisipatif mampu menekan risiko meski insiden lokal tetap mungkin terjadi.
Dalam konteks Indonesia, Isyraf menilai pembentukan KNK-MBG mendesak karena MBG bukan sekadar program gizi, melainkan urusan kepercayaan publik.
“Program sebesar ini tidak boleh hanya bergantung pada itikad baik. Diperlukan pengamanan kelembagaan yang independen agar publik yakin MBG aman dan kredibel,” ujarnya.
Isyraf menutup dengan menyerukan agar pemerintah segera mengambil langkah konkret.
Baca Juga: Ada Program MBG, Telur dan Daging Ayam Jadi Pendorong Inflasi Oktober 2025
“Indonesia tidak perlu menunggu tragedi besar. Saatnya Presiden membentuk Komite Nasional Keselamatan MBG agar program ini aman dan dipercaya publik, hari ini dan seterusnya,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement