Kredit Foto: Nadia Khadijah Putri
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia sedang menyiapkan strategi baru untuk keuangan nasional.
Dan hingga saat ini inklusi keuangan terus meningkat secara konsisten, mencapai 92,74% pada 2024 setelah perjuangan selama satu dekade terakhir.
Baca Juga: Pecah Rekor Selama 10 Bulan Beruntun, Penjualan Toyota untuk Bulan Oktober Naik 2 Persen
Sedangkan lietasi keuangan nasional baru mencapai 66,64% yang menunjukkan perlunya upaya berkelanjutan untuk memperkuat kapabilitas keuangan di samping perluasan akses tersebut.
Penggerak utama percepatan ini adalah semakin banyaknya pengunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), yang telah terbukti menjadi pengubah permainan sejati dalam lanskap sistem pembayaran nasional, serta memperluas akses ke transaksi digital bagi jutaan lebih dari 40 juta merchant dan hampir 60 juta pengguna.
Ini disampaikan Menko Airlangga dalam pembukaan Ministerial Group Meeting for Financial Health, Financial Health for a Stronger Future: A Unified Vision for National Financial Health, di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
“Sejalan dengan itu, pada awal tahun ini, Presiden mengeluarkan arahan nasional yang mewajibkan kepemilikan rekening bank bagi setiap warga negara Indonesia. Dengan sekitar 88,7 juta rumah tangga di seluruh negeri, kebijakan ini bertujuan untuk memastikan cakupan penuh, baik di tingkat individu maupun keluarga,” jelasnya, dikutip dari siaran pers Kemenko Perekonomian, Jumat (28/11).
Dalam rapat yang juga dihadiri oleh Y.M. Ratu Maxima dari Kerajaan Belanda, yang saat ini berperan sebagai United Nation Secretary-General’s Special Advocate (UNSGSA) for Financial Health, Menko Airlangga mengapresiasi kehadiran beliau untuk mempertebal advokasi terkait kesehatan keuangan di Indonesia.
“Merupakan suatu kehormatan besar bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah Pertemuan Kelompok Menteri ini. Kami sangat menghargai kepemimpinan panjang Yang Mulia, dan menantikan diskusi yang produktif untuk memperkuat kerja sama kita, khususnya di bidang inklusi keuangan, ekonomi digital, dan sektor kesehatan,” ungkap Menko Airlangga.
Indonesia telah mencapai kemajuan pesat dalam memperkuat lingkungan yang kondusif. Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) mengonsolidasikan mandat utama untuk mendorong inklusi keuangan, literasi, dan perlindungan konsumen, sekaligus mewajibkan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk secara aktif mendukung inisiatif inklusi dan literasi, yang memperkuat tanggung jawab bersama di seluruh ekosistem.
Ditambah lagi sedang menuntaskan transformasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) menjadi Komite Nasional Peningkatan Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan (Komnas LIK), dengan keanggotaan yang diperluas dan mekanisme kerja yang lebih jelas, termasuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota.
“Indonesia juga sedang dalam proses memasuki dan mempersiapkan Strategi Nasional baru, yang akan memperkenalkan kerangka kerja kesehatan keuangan (financial health framework) yang selaras dengan praktik terbaik global, termasuk prinsip-prinsip OECD dan G20. Dalam hal ini, kami berfokus memperkuat literasi keuangan dan kapabilitas digital, memperluas mekanisme perlindungan konsumen, mendorong produk dan layanan keuangan yang bertanggung jawab, dan meningkatkan pembuatan kebijakan berbasis data untuk lebih menargetkan intervensi bagi kelompok rentan,” kata Menko Airlangga.
Lebih lanjut, Menko Airlangga menjelaskan bahwa selain edukasi tentang keuangan secara umum, edukasi tentang produk-produknya seperti tabungan dan asuransi menjadi sangat penting untuk disampaikan juga kepada masyarakat.
“Y.M. Ratu Maxima mengingatkan agar edukasi ke masyarakat tidak hanya terkait dengan rekening miliknya, tetapi bagaimana mereka juga mempunyai planning yang sehat ke depan. Terutama dengan adanya banyak program yang terkait pinjaman yang beresiko tinggi, termasuk pinjol dan yang lain, sehingga monitoring Pemerintah itu juga menjadi penting. Jadi, jangan sampai 50 persen dari penghasilannya sudah digunakan untuk pinjaman atau hutang, sehingga itu tentu akan memberatkan masa depan mereka,” ucap Menko Airlangga.
Tentang kesehatan keuangan, Y. M. Ratu Maxima menerangkan, apabila kesehatan keuangan menurun, maka sebuah rumah tangga akan mengurangi konsumsi, kemudian mereka akan menghabiskan tabungan, dan akan kembali terlilit utang yang mahal, sehingga semakin sulit memenuhi kebutuhan.
“Itu akan memengaruhi stabilitas sektor keuangan, produktivitas tenaga kerja negara Anda, dan tujuan pembangunan nasional jangka panjang yang Anda upayakan pada 2045. Jadi, memperkuat kesehatan keuangan sangatlah penting, dan Pemerintah harus membentuk kebijakan untuk mengukur kesehatan keuangan,” ungkap Y. M. Ratu Maxima.
Namun, Y. M. Ratu Maxima menambahkan, bukan hanya mengukur kesehatan keuangan pada tingkat ekonomi makro, penyedia layanan keuangan juga harus mengukur kesehatan keuangan nasabah mereka sendiri, sehingga mampu merancang kebijakan dan produk yang lebih baik.
“Penyedia layanan keuangan harus melihat nasabah mana yang benar-benar mengalami masa sulit, dan mana yang benar-benar berkinerja cukup baik. Saat Anda mengukur, Anda sebenarnya dapat menetapkan target di semua bidang, dan mengarahkan kebijakan Anda. Lakukan juga dialog yang konstan, termasuk dengan sektor swasta dan penyedia layanan keuangan tentang apa yang perlu kita lakukan untuk benar-benar memperkuat kebijakan pengukuran kesehatan keuangan,” pungkas Y. M. Ratu Maxima.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement