Koperasi Desa Merah Putih, Jantung Harapan Baru Ekonomi Indonesia
Oleh: Armi Satya Putra, Kepala Seksi Bank KPPN Tebing Tinggi
Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Ironi Ketimpangan dan Mercusuar Harapan
Indonesia, sebagai entitas negara-bangsa masih menghadapi paradoks pembangunan yang signifikan yaitu disparitas ekonomi struktural yang mendalam.
Kesenjangan ini terwujud dalam kontras yang mencolok antara pusat-pusat urban yang mengalami kemajuan pesat dan kawasan pedesaan yang menghadapi tantangan sosio-ekonomi yang persisten.Isu ini melampaui dimensi angka statistik makro, menyentuh inti dari kualitas hidup manusia (human dignity).
Ketimpangan ini berefleksi pada terhambatnya potensi individu dan erosi kesejahteraan psikososial dalam komunitas-komunitas yang termarginalisasi, menjadikannya sebuah isu etika pembangunan yang mendesak untuk ditangani.
Namun, di tengah tantangan abadi ini, sebuah inisiatif besar muncul sebagai mercusuar harapan yaitu Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
Ini bukan sekadar program pemerintah, melainkan sebuah panggilan jiwa nasional yang dihadirkan pada Juli 2025, dengan mimpi ambisius: menumbuhkan 80.000 koperasi desa di seluruh pelosok nusantara.
Angka ini menjadikannya salah satu upaya kolektif terbesar dalam sejarah bangsa untuk mewujudkan keadilan ekonomi. Ini adalah janji nyata pemerintah untuk memastikan kemakmuran tidak hanya mampir, tetapi menetap di setiap rumah tangga pedesaan.
Akar Sejarah dan Visi Kebangsaan
Untuk memahami KDMP, kita harus menengok kembali ke akar sejarah. Jauh sebelum kita merdeka, pada 16 Desember 1886, seorang pahlawan lokal di Purwokerto, Raden Aria Wiriatmadja, telah mendirikan lembaga simpan pinjam. Tujuannya mulia: membebaskan rakyat dari cengkeraman lintah darat (rentenir).
Semangat tolong-menolong inilah yang kemudian diangkat oleh proklamator kita, Mohammad Hatta (Bapak Koperasi Indonesia). Beliau menancapkan koperasi dalam Pasal 33 UUD 1945.
Visi beliau tegas: perekonomian kita harus berlandaskan asas kekeluargaan, menjadikan koperasi sebagai Soko Guru Perekonomian Nasional.
Prinsip Demokrasi Ekonomi Sejati
Mengapa 'Soko Guru'? Karena koperasi adalah antitesis dari sistem kapitalisme yang berbasis modal. Di koperasi, setiap anggota adalah raja, masing-masing memegang satu suara yang sama sebuah demokrasi ekonomi sejati. Pembagian keuntungan (Sisa Hasil Usaha/SHU) diukur dari seberapa besar tingkat partisipasi anggota dalam transaksi, bukan seberapa tebal modal yang disuntikkan.
Inilah model yang menjamin kesetaraan dan keadilan bagi seluruh anggotanya.
Kini, warisan mulia tersebut dihidupkan kembali dalam rupa KDMP. KDMP hadir sebagai mesin pendorong ekonomi desa yang modern dan adaptif, berfokus pada empat denyutan utama:
1. Stabilitas Harga: Melalui distribusi kebutuhan pokok, KDMP diharapkan menjadi penyeimbang harga, terutama bagi hasil pertanian.
2. Inklusi Keuangan: Menyediakan unit simpan pinjam berbasis syariah, merangkul masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari layanan bank.
3. Kolektivitas Usaha: Mengumpulkan hasil tani dan produk UMKM desa, menjualnya bersama-sama. Ini memotong rantai tengkulak yang panjang dan menyakitkan.
4. Digitalisasi: Menghubungkan produk desa langsung ke pasar yang lebih luas nasional, bahkan global hanya dengan sentuhan layar.
KDMP didirikan bukan di ruang hampa. Melihat pengalaman koperasi yang sudah berjalan menjadi peta jalan penting bagi 80.000 KDMP yang akan tumbuh.
Baca Juga: Kemenkop Komitmen Kembangkan Koperasi di Pesantren
Di satu sisi, kita memiliki kisah sukses yang inspiratif. Contohnya, Koperasi Setia Bhakti Wanita Surabaya atau Kospin Jasa Pekalongan yang berhasil meraup aset triliunan rupiah.Model lain yang patut dicontoh adalah Koperasi Kredit (Kopdit) model Credit Union (CU).
Koperasi jenis ini, khususnya yang berkembang di daerah terpencil, membuktikan bahwa kesuksesan bisa dicapai secara swadaya dan mandiri.
Fokus mereka melayani kebutuhan rakyat kecil dengan orientasi people-centered menjadikannya kuat dari dalam.
Koperasi-koperasi ini menunjukkan bahwa pondasi yang kuat adalah manajemen yang profesional dan ideologi yang terawat.
Namun, data menunjukkan bahwa lebih dari separuh koperasi di beberapa daerah menghadapi masalah serius.
Banyak koperasi berjalan tidak profesional, dengan tingkat partisipasi anggota yang rendah. Seringkali, kualitas produk koperasi dianggap lebih rendah atau harganya lebih mahal dibandingkan produk luar. Kegagalan pengelolaan yang tidak profesional inilah yang menyebabkan banyak koperasi terpaksa dibubarkan.
Pelajaran utamanya adalah dukungan dana bukanlah segalanya. Keberhasilan sejati tergantung pada manajemen yang profesional, literasi digital yang mumpuni, dan yang paling krusial, partisipasi aktif serta transparansi pengelolaan.
Komitmen pemerintah terhadap KDMP dipertegas dengan dua langkah strategis yang saling menguatkan, yang puncaknya akan terjadi pada tahun 2026.
Pada tahun 2026, Pemerintah telah menyiapkan alokasi anggaran yang sangat masif, yaitu sebesar Rp 83 triliun untuk Koperasi Desa Merah Putih. Angka ini bukan sekadar dana hibah, melainkan dana pinjaman (loan plafond) yang ditempatkan di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Tujuan dari alokasi dana pinjaman ini jelas untuk memberikan KDMP akses permodalan yang besar, dengan plafon maksimal yang dapat diajukan hingga Rp 5 miliar per koperasi.
Dana ini akan digunakan untuk kebutuhan operasional, belanja modal, serta pembangunan fisik seperti gudang dan gerai. Harapannya, KDMP dapat segera mencapai Self Propelling Growth atau kemandirian ekonomi, dan mampu memutus rantai rentenir yang selama ini mencekik masyarakat desa.
Bersamaan dengan dukungan fiskal, Presiden menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Fisik Gerai, Pergudangan, dan Kelengkapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Adapun implikasi dari Inpres ini sangat mendalam.
Inpres ini menginstruksikan 14 pihak, mulai dari Menteri hingga Gubernur dan Bupati/Wali Kota, untuk bertindak terintegrasi. Mereka diwajibkan memastikan ketersediaan lahan/tanah dari aset daerah atau desa, dengan luasan minimal 1.000 m² (atau disesuaikan) untuk pembangunan fisik KDMP. Dengan demikian, permasalahan lahan untuk gerai dan gudang segera teratasi oleh otoritas tertinggi.
Inpres menugaskan entitas negara dhi BUMN PT. Agrinas Pangan Nusantara (Persero) untuk melaksanakan pembangunan fisik tersebut, seringkali dengan skema padat karya.
Yang paling signifikan, Inpres ini mengamanatkan optimalisasi PADes melalui KDMP. Kepala Desa didorong untuk mewajibkan kontribusi imbal jasa paling sedikit 20% dari Sisa Hasil Usaha (SHU) KDMP untuk pembangunan desa.
Hal ini menciptakan ikatan simbiosis mutualisme yang kuat: semakin sukses KDMP, semakin maju pula pembangunan infrastruktur desa. Koperasi benar-benar menjadi tiang penyangga, tidak hanya ekonomi anggota, tetapi juga kas desa.
Membedah Tantangan dan Jalan Kedepan
KDMP memiliki Kekuatan (Strengths) yang besar, namun tantangan yang ada harus dikelola dengan serius, terutama karena suntikan modal Rp 83 triliun justru berpotensi menjadi bumerang.
Pengalaman koperasi terdahulu menunjukkan bahwa pengelolaan yang lemah adalah akar masalah. Dengan dana besar, risiko tata kelola buruk (bad governance) yang memicu kasus fraud atau penyalahgunaan keuangan menjadi ancaman nyata.
Untuk mengawal KDMP menjadi game changer sejati, strategi harus berfokus pada profesionalisme dan teknologi, yang disebut sebagai Strategi Tiga Kaki:
1. Pelatihan SDM Intensif: Program harus dipercepat, mencakup manajemen modern, akuntansi, dan pemasaran digital.
2. Digitalisasi Total dan Transparansi: KDMP harus menggunakan aplikasi manajemen koperasi untuk pencatatan real-time. Transparansi ini adalah kunci untuk membangun kembali kepercayaan anggota.
3. Kemitraan Jaringan: Sinergi dengan BUMDes, UMKM, dan platform e-commerce mutlak diperlukan untuk memastikan produk desa mampu bersaing di pasar modern dan global.
Epilog: Di Tangan Kita Masa Depan Akan Terukir
Koperasi Desa Merah Putih adalah manifestasi ulang dari ideologi ekonomi bangsa. Ini adalah sebuah revolusi dari bawah, didukung penuh oleh ketegasan regulasi (Inpres 17/2025) dan jaminan modal (Rp 83 triliun).
Jika KDMP berhasil melewati fase kritis manajemen dan digitalisasi, serta memastikan dana Rp 83 triliun digunakan sebagai seed capital untuk kemandirian, bukan sebagai ketergantungan, maka ia akan menjadi 'Game Changer' yang mengubah wajah perekonomian Indonesia dari desa ke kota.
Sebagai akhir dari tulisan ini mari kita ingat lagi pesan Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta:
"Satu-satunya jalan bagi rakyat untuk melepaskan diri dari kemiskinan ialah dengan memajukan koperasi di segala bidang."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement