WE Online, Jakarta - Selain direpotkan oleh banyaknya undang-undang yang mesti disinkronkan untuk kedaulatan informasi, pemerintah juga disarankan untuk menentukan lembaga mana yang berwenang mengurusi wilayah siber.
Hal itu ditegaskan Pratama Persada, Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Centre (CISSReC) kepada Warta Ekonomi di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Pratama, hingga kini lembaga yang mengaku berwenang mengurus wilayah siber lebih dari lima dan ini harus dirembukkan agar pemantauan keamanan siber di Indonesia dapat optimal.
"Yang paling jelas adalah masalah kewenangan. Di Indonesia ada BAIS, BIN, Polri, TNI, Kejaksaan, Kominfo, Kemenhan, Kemenpolhukam, dan Lembaga Sandi Negara yang semua lembaga tersebut saling beririsan kewenangannya dalam mengurusi wilayah siber ini dan menjaga kedalatan informasi. Hal ini nantinya sangat erat dengan kebijakan, strategi, dan perundang-undangan yang komprehensif untuk menyatukan semua potensi," sebutnya.
Mantan ketua Tim Lemsaneg Pengamanan IT Presiden era SBY tersebut menambahkan Presiden Jokowi sendiri sudah mendukung pembentukan badan Cyber Nasional. Oleh sebab itu menurutnya perlu ditunggu bagaimana sikap pemerintah merespons hal ini.
"Kita perlu menunuggu bagaimana nantinya eksekutif dan legislatif meramu bersama kebijakan yang sangat strategis untuk pengamanan wilayah cyber ini. Ada banyak UU yang harus disinkronkan, UU ITE, UU Wilayah Negara, UU Intelejen, UU Pertahanan, UU TNI, dan masih banyak UU yang berkaitan. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Mengacu pada NATO, perang siber (cyber war) belum terdefinisi secara baku dalam konvensi internasional," tutupnya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Febri Kurnia
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement