Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Filosofi Demokrasi Ala SBY (II)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Dimensi positif lainnya adalah peran pers yang independen, kritis dan berintegritas, surutnya praktik politik uang dalam pelaksanaan pemilu, kecerdasan dan kematangan rakyat dalam memilih wakil-wakil mereka, serta tumbuhnya demokrasi di atas kearifan lokal yang sudah ratusan tahun mewarnai pertumbuhan rakyat Nusantara.

"Indikasi terkuat dari demokrasi yang berkualitas adalah semakin tumbuhnya kepercayaan dan optimisme masyarakat terhadap sistem demokrasi dan terhadap para pemimpinnya," katanya.

Keadilan dan kesejahteraan SBY juga menuturkan, demokrasi Indonesia lebih dari sekadar proses penghitungan suara atau transaksi politik. Melainkan suatu kekuatan sejarah riil yang akan membuat bangsa Indonesia menjadi kuat, jaya dan makmur.

Presiden berpendapat bahwa demokrasi yang terbangun di Indonesia akan sia-sia tanpa adanya keadilan yang dirasakan masyarakat.

"Dari era kolonialisme, era kemerdekaan, era pembangunan, sampai era reformasi, perjuangan rakyat Indonesia adalah perjuangan untuk mendapatkan keadilan," katanya.

Ia meyakini dan percaya bahwa negara hadir untuk memberikan keadilan, baik itu keadilan ekonomi, keadilan sosial, keadilan politik, maupun keadilan hukum.

Begitu pula SBY menyatakan bahwa dalam demokrasi dan keadilan akan hampa tanpa kesejahteraan rakyat sehingga pemerintah terus mendorong kebijakan pembangunan yang pro-rakyat.

"Suatu kebijakan pembangunan yang secara bersamaan dapat mendorong pertumbuhan, mengentaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga kelestarian lingkungan," katanya.

Yudhoyono berpendapat, setelah 69 tahun merdeka, dirinya yakin para pendiri bangsa akan bersyukur dan bergembira melihat transformasi bangsa Indonesia di abad-21.

Hal itu, ujar dia, karena Indonesia telah bertransformasi dari bangsa yang sewaktu merdeka sebagian besar penduduknya buta huruf, kini telah mempunyai sistem pendidikan yang kuat dan luas, yang mencakup lebih dari 200 ribu sekolah, 3 juta guru dan 50 juta siswa.

"Dari bangsa yang tadinya terbelakang di Asia, Indonesia telah naik menjadi middle-income country, menempati posisi ekonomi ke-16 terbesar dunia, dan bahkan menurut Bank Dunia telah masuk dalam 10 besar ekonomi dunia jika dihitung dari purchasing power parity. Dari bangsa yang seluruh penduduknya miskin di tahun 1945, Indonesia di abad ke-21 mempunyai kelas menengah terbesar di Asia Tenggara dan salah satu negara dengan pertumbuhan kelas menengah yang tercepat di Asia," katanya.

Pendek kata, menurut SBY, setelah hampir tujuh tahun dekade merdeka, Indonesia di abad ke-21 terus tumbuh menjadi bangsa yang semakin bersatu, damai, makmur, dan bertambah demokratis.

Empat refleksi SBY Dalam Pidato Kenegaraan 2014, SBY juga menyebutkan beberapa refleksi pribadi yang juga terkait erat dan bertaburan kata-kata demokrasi.

"Pertama, jangan pernah lupa bahwa yang paling penting kita bangun adalah sistem, sistem demokrasi, sistem politik, dan sistem ekonomi. Demokrasi kita tidak boleh bergantung pada figur seseorang, namun harus bergantung pada lembaga, pada peraturan, pada hukum dan norma," katanya.

Menurut dia, sejarah mengajarkan bahwa selama sistem itu kuat, maka negara akan kuat, serta rakyat juga kuat.

Namun, lanjutnya, jika sistem itu lemah dan keropos, demokrasi juga akan kembali labil dan mengalami kemunduran.

Refleksi kedua adalah ke-Indonesia-an harus tetap dijaga karena perjuangan pada abad ke-21 tidak lagi menjaga kemerdekaan, namun menjaga ke-Indonesia-an.

"Tidak ada gunanya kita menjadi semakin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamendal dan terbaik dari bangsa kita: Pancasila, ke-Bhinnekaan, semangat persatuan, toleransi, kesantunan, pluralisme, dan kemanusiaan. Jika para pendiri bangsa dulu mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan, bagi generasi kita kini ke-Indonesia-anlah yang harus kita pertahankan mati-matian," katanya.

Karena itu pulalah, lanjutnya, Pemerintah dengan tegas menolak penyebaran paham sesat ISIS di Tanah Air karena sangat bertentangan, dan bahkan berbahaya, bagi jati diri bangsa Indonesia.

Refleksi ketiga adalah semua pihak mempunyai tanggung jawab untuk mencegah agar jangan sampai demokrasi Indonesia menjadi elitis karena perlu diingat, reformasi dimulai sebagai gerakan akar rumput dan merupakan ekspresi aspirasi rakyat.

"Alangkah malangnya kalau demokrasi tersebut akhirnya kehilangan jiwa kerakyatannya, dan kemudian panggung politik hanya didominasi oleh segelintir elit yang berjiwa transaksional, apalagi bila dicampur dengan nasionalisme yang sempit. Kalau itu terjadi, maka malapetaka akan kembali menimpa negara yang kita cintai ini. Kita harus terus menjaga agar gravitasi demokrasi Indonesia terus berkisar pada rakyat," katanya.

Sedangkan refleksi keempat adalah permintaan terhadap seluruh rakyat untuk menjaga momentum bangsa yang posifif dan prospektif, karena setelah 69 tahun merdeka, Indonesia telah tampil menjadi demokrasi yang besar, ekonomi yang kuat, dan pemain internasional yang disegani, serta dengan masa depan yang menja-njikan.

Selain itu, Presiden mengingatkan bahwa dunia melihat Indonesia bukan saja sebagai kawan, namun sering pula sebagai rujukan yang positif.

"Terlepas dari segala permasalahan dalam negeri yang masih kita hadapi, kita bisa membuktikan kepada dunia bahwa di bumi Indonesia, demokrasi, Islam dan modernitas dapat tumbuh bersama," ujar Presiden SBY. (Ant/Muhammad Razi Rahman)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor:

Advertisement

Bagikan Artikel: