Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mikhail Gorbachev: Perang Dingin Sudah Terjadi

Warta Ekonomi -

WE Online, Moskow - Mantan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev memperingatkan Eropa potensi serangan balik Rusia yang berbahaya karena semakin terisolasi setelah pada Kamis (29/1/2015), Uni Eropa menyiapkan sanksi tambahan yang lebih kuat untuk pemerintah Kremlin.

Peringatan pemimpin terakhir Soviet tersebut diberikan saat setiap harinya korban berjatuhan di bagian timur Ukraina yang dikuasai kaum separatis dalam perang selama sembilan bulan yang terancam akan berubah menjadi konflik abadi di Eropa.

Gorbachev mengatakan bahwa keputusan Barat untuk menanggapi kekerasan dengan menyalahkan Rusia dan mengeluarkannya dari akses pasar modal Amerika Serikat (AS) dan Eropa dapat berubah menjadi perang terbuka yang akan memberikan pengaruh buruk untuk dunia.

"Akan ke mana ujung semua ini? Perang dingin sudah terjadi secara terbuka. Apa berikutnya? Sayang sekali saya tidak bisa memastikan perang dingin ini akan berubah menjadi perang 'panas' atau tidak," kata peraih Nobel Perdamaian berumur 83 tahun itu.

Pemberontak proRusia pada minggu lalu membatalkan semua dialog damai dan melakukan serangan baru yang diikuti peluncuran roket ke kota pelabuhan strategis Mariupol yang mengakibatkan 31 orang tewas. Komandan pemberontak menolak tuduhan serangan ini walau pengawas internasional di lokasi mengatakan hal sebaliknya.

Namun mereka terus mengancam untuk masuk ke daerah indstri di bagian timur yang masih dipengaruhi oleh tentara proUkraina dan pemerintah Barat di bawah kesepakatan damai pada bulan September di Belarus antara kedua kubu yang bertikai.

"Kami mengumumkan Perjanjian Minsk sudah tidak berlaku," kata komandan separatis Donetsk Eduard Basurin kepada wartawan, seperti dilansir AFP.

AS dan sekutu Eropanya melihat gelombang pemberontakan yang terjadi baru-baru ini adalah ancaman balasan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin karena pada tahun lalu pemerintah pendukung Kremlin diusir dari Kiev.

Presiden Ukraina Petro Poroshenko, yang pasukannya hanya bisa bertahan karena kurangnya persenjataan, terus melakukan kontak melalui telepon dan meminta para pemimpin dunia menekan Putin dan pengikutnya mantan KGB serta para taipan.

Juru Bicara Presiden Poroshenko mengatakan bahwa Wakil Presiden AS Joe Bidden, Rabu, "mendukung tindakan presiden Ukraina dan mempertimbangkan untuk memperluas sanksi atas Rusia".

Sementara itu para pemimpin Uni Eropa secara bulat mendukung penambahan sanksi atas Rusia. Pernyataan ini dikeluarkan di sela sesi di Brussels, Selasa (27/1/2015). Meskipun baru-baru ini pemimpin Yunani dan Siprus tidak menyetujui pernyataan ini namun itu tidak mempengaruhi suara 28 menteri luar negeri yang menyetujui rancangan tersebut, Kamis (29/1/2015).

Sanksi Barat sebelumnya yang bersamaan dengan jatuhnya harga minyak membuat Rusia jatuh ke dalam resesi. Hal ini membuat para investor Barat menjauh dari Rusia dan membuat keadaan ekonomi negara itu mengalami keadaan ekonomi yang sama ketika Putin baru mengawali pemerintahannya 15 tahun yang lalu. Namun disinyalir sanksi tidak akan mempengaruhi pendekatan keras Putin terhadap Barat ataupun menggoyahkan kepercayaan warga negaranya kepada pemerintah di Kremlin.

Beberapa analis menduga Putin menganggap Uni Eropa (EU) terlalu sibuk menghadapi konsekuensi keluarnya Yunani dari zona Eropa daripada berusaha merusak hubungan ekonomi dengan Rusia.

"Presiden Rusia sepertinya mengira EU teralihkan karena pemilu di Yunani dan Rusia sendiri bisa bertahan dari penambahan sanksi yang dilakukan ketika perekonomian Eropa sedang bermasalah," kata konsultan risiko politik Eurasia Group dalam sebuah catatan penelitian.

Analis tersebut menambahkan Putin sepertinya menganggap sanksi itu tidak akan dilakukan atau keadaan akan memburuk terkait dengan apa yang dilakukannya. Pemerintah Rusia di Kremlin, yang selalu menolak bahwa mereka mendukung perjuangan separatis, Kamis (29/1/2015), kembali menentang tuduhan bahwa mereka mengendalikan pemberontakan tersebut.

"Para mediator tidak akan bisa menyelesaikan konflik yang cuma dapat dituntaskan oleh kedua pihak yang bertikai," kata Kepala Staf Kepresidenan Rusia Segei Ivanov dalam pertemuan dengan para Gubernur dan Wali Kota Rusia.

Gorbachev, yang tidak disukai oleh mayoritas warga Rusia, dihormati di Barat sebagai tokoh yang menghentikan ancaman perang nuklir global dengan mengakhiri Perang Dingin. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: