Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketika KPK Tersungkur di Ring Pemberantasan Korupsi (II)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - "KPK ini sudah jatuh tertimpa tangga, karena kalah di praperadilan, ada dua pimpinan KPK yang menjadi tersangka, dua pimpinan dinonaktifkan dan terakhir pelimpahan kasus BG ke kejaksaan. Kalau di sepak bola, KPK tertinggal 0-4, tidak ada perlawanan balik oleh KPK," kata Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho.

Emerson menilai bahwa KPK terlalu cepat menyerah melawan putusan praperadilan yang dikeluarkan hakim Sarpin. Kasasi pun belum keluar putusan dan PK juga belum diajukan sehingga seharusnya tidak boleh 'give up' dulu.

"Ini riskan untuk disalahgunakan dan bisa saja dihentikan karena tidak mungkin polisi menyidik korpsnya sendiri. Tidak ada supervisi di kejaksaan," ungkap Emerson.

Apalagi, Jaksa Agung saat ini adalah HM Prasetyo yang merupakan mantan politikus Partai Nasional Demokrat (Nasdem). "Kenapa ragu dengan kejaksaan? Karena kejaksaan dipimpin oleh HM Prasetyo yang adalah politisi Nasdem dan salah satu partai yang mendorong BG sebagai kapolri terpilih," tambah Emerson.

Sikap KPK yang mudah menyerah itu memberikan kerugian kepada KPK karena mengurangi kepercayaan publik. "KPK yang mudah menyerah ini akan menjadi pengurangan kepercayaan publik terhadap KPK karena publik menilai KPK segan dalam pemberantasan korupsi. Penilaian publik bahwa KPK adalah lembaga yang disegani dalam pemberantasan korupsi berubah menjadi lembaga yang segan dalam upaya pemberantasan korupsi," jelas Emerson.

Tindakan KPK ini berpotensi ditiru oleh pelaku korupsi lainnya yaitu meminta agar kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan atau kepolisian melalui jalan praperadilan. Ia juga mengkritik plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki yang berasal dari unsul Polri.

"Ruki mengalami konflik kepentingan karena merupakan mantan jenderal polisi. Apa misi Pak Ruki dipilih menjadi plt? Mau menyelamatkan KPK atau menyelamatkan kasus-kasus tertentu? Jangan-jangan ini bukan gebrakan kasus pertama atau terakhir? Jangan-jangan kasus BLBI, Century juga akan dihentikan?" kata Emerson.

Emerson juga menilai kunci penyelesaian kasus BG terletak pada Presiden Joko Widodo. "Kuncinya adalah Jokowi karena dia tidak berani mengambil sikap. Harusnya Jokowi bisa memerintahkan gelar perkara khusus atau melibatkan tim independen dalam perkara ini. Jokowi melakukan pembiaran atas kriminalisasi KPK dan jalan tengah memberhentikan BW dan AS. Kalau di zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) KPK masih kuat meski dikriminalisasi, tapi di masa Jokowi KPK malah menyerah," ungkap Emerson.

Meski pimpinan yang menjadi simbol resmi KPK menyatakan menyerah, namun pegawai KPK dengan berani menyatakan tidak menyerah dan melawan korupsi. Hal itu mereka sampaikan melalui aksi pada Selasa (3/3/2015) pagi di bawah komando Wadah Pegawai KPK ada sekitar 500 pegawai KPK dengan baju hitam yang mengajukan tiga tuntutan.

Tuntutan pertama adalah menolak putusan pimpinan KPK yang melimpahkan kasus BG ke kejaksaan. Kedua, meminta Pimpinan KPK mengajukan upaya hukum PK atas putusan praperadilan kasus BG, dan ketiga, meminta Pimpinan menjelaskan secara terbuka strategi pemberantasan korupsi KPK kepada pegawai KPK.

"Saudara-saudara pertama, dalam kondisi apapun upaya pemberantasan korupsi harus tetap berjalan, kedua jika ada satu juta pemberantas korupsi pastikan kita adalah salah satunya jika ada 1.000 pemberantas korupsi, kita adalah salah satunya, jika kita adalah 100 pemberantas korupsi pastikan kita adalah salah satunya. Jika kita adalah 10 pemberantas korupsi pastikan kita adalah salah satunya, jika hanya ada 1 pemberantas korupsi itu adalah kita kawan-kawan," kata Ketua Wadah Pegawai Faisal berorasi di halaman depan gedung KPK, Selasa (3/3/2015).

Sedangkan salah seorang pegawai KPK Yudi Purnomo meminta agar pegawai tidak takut dalam upaya pemberantasan korupsi. "Apakah kita kalah kawan-kawan? Apakah kita takut? Rakyat menitipkan amanah kepada kita untuk memberantas korupsi. Tidak ada satu pun yang bisa membajak perjuangan kita. Apakah kawan-kawan takut? Tidak," kata Yudi.

Ia meminta agar para pegawai juga melunasi utang dari para pembayar pajak dalam bekerja. "Pilihan kita jelas hidup mulia atau mati menanggung malu. Mulai hari ini kita akan bayar pajak yang diberikan rakyat dengan darah. Para pemimpin yang katanya negarawan bisa saja memenjarakan kita, tapi mereka tidak akan pernah bisa memenjarakan hati kita, hari ini kita tidak akan pernah lelah, kita tidak pernah berhenti melawan koruptor," ungkap Yudi berapi-api.

Di tengah kerumunan para pegawai yang mengenakan kemeja hitam maupun warna gelap lain, hadir juga pelaksana tugas (plt) Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dan plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji. Sedangkan pejabat struktural yang hadir terlihat Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono an Direktur Penuntutan KPK Ranu Mihardja.

Mereka bergabung bersama dengan penyelidik, penyidik, penuntut umum, direktur penuntutan, direktur gratifikasi, pengaduan masyarakat, hubungan masyarakat, pendidikan pelayanan masyarakat, pengawal tahanan untuk membuat pernyataan dan tanda tangan di sehelai kain putih panjang.

Ruki sendiri tidak merasa diserang oleh aksi para pegawainya tersebut. "Dengan senang hati saya simak, saya dengar, saya tanda tangan. Itu suara saya. Saya dan Pak Indriyanto adalah bagian dari pegawai dan saya tidak mau berpisah dengan mereka (pegawai)," kata Ruki.

Jenderal polisi bintang satu itu bahkan mengaku merasa senang. "Saya senang, saya terharu karena mereka menjadi begini adalah bentukan kami pimpinan jilid 1. Saya pimpinan jilid 1 yang diminta turun kembali untuk menutup kekosongan jilid 3 karena itu," tambah Ruki.

Terdapat beberapa pamflet dengan gambar tangan menyerupai jari telunjuk dan jari tengah menunjuk ke depan dan tiga jari sisa menutup. Pamflet itu dibawa dan ditempelkan di beberapa lokasi di gedung KPK dengan beberapa variasi tulisan.

Pertama bertuliskan "Kita perangi korupsi: Kalau kamu lelah berjuang di kantormu, jangan kamu berani datang ke sini. Dari dulu keluarga kita adalah keluarga pejuang. Lawan!" Pamflet kedua bertulis "Pergilah! Kau lawan itu! Mamak sudah rela kau harus mati dalam perjuangan! Lawan!" Pamflet ketiga adalah "Satu Luka perasaan maki puji dan hinaan tidak mengubah sang jagoan menjadi mahluk picisan. Lawan! yang merujuk pada petikan puisi Rendra.

Artinya bara api perlawanan korupsi para pegawai KPK masih menyala, pertanyaan yang tinggal adalah sampai kapan bara itu tetap menyala dan tak kalah lagi? (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: