Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI: Perubahan Struktur Wisatawan Jadi Tantangan Ekonomi Bali

Warta Ekonomi -

WE Online, Denpasar - Bank Indonesia menyatakan bahwa perubahan struktur wisatawan diprediksi menjadi salah satu tantangan perekonomian di Provinsi Bali yang perlu diantisipasi pemangku kebijakan terkait.

"Kunjungan wisatawan yang didominasi oleh wisatawan Tiongkok yang relatif memiliki 'spending' (pengeluaran) lebih rendah dibandingkan Eropa dan Australia," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Dewi Setyowati di Depasar, Jumat (27/5/2016).

Wisatawan dari negeri tirai bambu itu kini "booming" bagi destinasi pariwisata termasuk di Bali namun jumlah pengeluarannya disinyalir pelaku pariwisata tidak begitu signifikan.

Padahal hampir 23 persen ekonomi di Pulau Dewata ditopang oleh sektor akomodasi dan makan minum atau pajak hotel dan restoran (PHR).

Senada dengan itu, Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita) Bali, Ketut Ardana menyatakan bahwa pengeluaran dan lama tinggal wisatawan dari Tiongkok lebih rendah dibandingkan Eropa atau Australia.

Wisatawan dari Eropa biasanya tinggal di Bali selama sekitar dua minggu namun wisatawan dari Tiongkok rata-rata sekitar lima hari empat malam.

Dia memperkirakan total pengeluaran wisatawan Tiongkok per orang selama lima hari itu mencapai sekitar Rp5,3 juta termasuk biaya menginap, makan pagi, paket tur, belanja buah tangan dan paket wisata lain.

Sedangkan wisatawan Eropa, Ia memperkirakan per orang selama lima hari rata-rata mencapai sekitar Rp9 juta dengan biaya per hari mencapai sekitar Rp2 juta.

"Jika dibandingkan dengan wisatawan Eropa, sudah pasti jauh beda karena eropa rata-rata tinggalnya dua minggu," imbuh Ardana.

Selain faktor perubahan struktur pariwisata, tantangan dalam faktor domestik lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menyangkut daya saing tenaga kerja salah satunya tenaga kerja pariwisata.

Meski demikian, perekonomian di Bali berpotensi ditopang dengan kebijakan baru Bank Indonesia yakni perubahan BI Rate menjadi "seven day repo rate" mulai 19 Agustus 2016.

Dengan suku bunga baru yang berlaku mulai 19 Agustus 2016 itu, maka bank yang memiliki modal inti atau keadaan likuiditas yang tidak mencukupi maka bisa memanfaatkan kebijakan dengan suku bunga 5,5 persen tersebut.

Diharapkan suku bunga kredit kepada masyarakat dari perbankan bisa lebih rendah dan lebih cepat ditransmisikan.

Selain "repo rate", pembangunan infrastruktur di antaranya rencana tol Kuta-Canggu-Soka dan operasional Waduk Titab serta meningkatnya anggran dana desa di Bali dari Rp185,4 miliar pada 2015 menjadi 416 miliar juga mendongkrak ekonomi di Pulau Dewata.

Sehingga BI memprediksi pertumbuhan ekonomi di Bali mencapai pada kisaran 6,09-6,84 persen tahun 2016. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: