Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Harga Daging Tak Mungkin Rp80.000/Kg

Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat peternakan dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Rochadi Tawaf berpendapat harga daging sapi di pasaran tidak mungkin ditekan hingga Rp80.000/kg.

"Kebijakan pemerintah menetapkan harga daging sapi sebesar Rp80.000/kg tidak didasarkan kajian di lapangan namun hanya berdasarkan 'feeling'. Penentuan harga Rp80.000/kg itu bukan berdasarkan kajian yang matang," ujar Rochadi Tawaf dalam acara bincang-bincang agribisnis bertajuk "Evaluasi Operasi Pasar Daging Sapi di Jakarta", Kamis (28/7/2016).

Rochadi yang juga Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) itu menyatakan, merujuk pada fakta di lapangan bahwa daging sapi lokal dan stok daging yang ada belum mencukupi kebutuhan di dalam negeri.

Apalagi, tambahnya, menjelang hari raya kebutuhan daging di masyarakat semakin meningkat.

Menurut dia, besaran harga Rp80.000 per kilogram yang ditentukan oleh pemerintah pada saat ini merupakan angka yang dibuat oleh pemerintah dengan melihat harga daging di negara tetangga.

"Sebenarnya tidak semudah itu. Kenapa? Mekanisme pemenuhan daging di negara tetangga pastinya berbeda dengan mekanisme yang ada di tanah air," ujarnya.

Oleh karena itu, dia berharap, pemerintah tidak terlalu memaksakan diri untuk menurunkan harga daging sapi hingga Rp80.000 per kilogram.

"Kita ikutilah pergerakan supply dan demand. Kalau memang kita menginginkan harga turun, maka kita harus perbanyak stok daging dan sapi kita," ujarnya.

Sementara itu Direktur Pengadaan Bulog, Wahyu, yang juga menjadi pembicara dalam acara tersebut mengatakan, upaya impor daging sapi yang dilakukan oleh Bulog guna mewujudkan instruksi pemerintah dalam rangka menekan harga daging sapi hingga Rp80.000/kg.

"Kami hanya menjalankan apa yang menjadi kebijakan para regulator, melakukan impor untuk menekan harga daging hingga Rp80.000 per kilogram," ujarnya.

Terkait dengan operasi pasar (OP) untuk daging, Wahyu mengatakan, Bulog merealisasikannya dengan cara menjual di sejumlah outlet milik Bulog yang disebut Rumah Pangan Kita, masuk ke pasar tradisional, atau menjual langsung di pasar dengan harga Rp80.000/kg.

Meskipun demikian pihaknya mengakui bahwa OP daging belum memberikan efek maksimal kepada masyarakat.

"Tapi setidaknya dengan OP, kita (Bulog) sudah membuat sebuah struktur pasar baru. Tujuannya, tentu saja untuk menjaga ketersediaan daging bagi masyarakat," katanya.

Wahyu mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi Bulog, seperti anggapan masyarakat yang kerap menilai bahwa daging beku impor sangat tidak layak untuk dikonsumsi.

"Dari pengalaman kami, banyak sekali selentingan bahwa daging beku impor adalah daging sisa atau pun daging tidak sehat. Padahal belum tentu. Jadi, kami tetap lakukan OP demi memenuhi apa yang sudah diinstruksikan oleh Presiden," ujar Wahyu. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: