Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Alasan Aturan Fintech Lebih Longgar dari Perbankan

Ini Alasan Aturan Fintech Lebih Longgar dari Perbankan Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kehadiran perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech) memberi warna tersendiri dalam perkembangan industri jasa keuangan. Jika dulu banyak orang melakukan transaksi keuangan seperti mengajukan pinjaman dana harus ke bank, kini dengan fintech mereka cukup melakukannya di dalam genggaman.

Pasalnya untuk mengajukan pinjaman tak butuh prosedur yang ribet, sehingga uang pinjaman dalam tempo singkat bisa langsung mengalir ke rekening mereka. Hal ini wajar, karena pengajuan pinjaman tidak serumit seperti perbankan yang harus mengikuti aturan dan prosedur ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Misalnya bila OJK memberikan keleluasan bagi perusahaan fintech dalam menentukan suku bunga sendiri alias diserahkan pada mekanisme pasar.

Sementara perbankan menetapkan capping (batas atas) yang harus dipenuhi dalam menentukan suku bunga. Kenapa regulasi di fintech tidak seketat perbankan?

Peneliti Eksekutif Senior OJK Hendrikus Pasagi mengatakan, hal ini lantaran perusahaan fintech khususnya P2P lending hampir tidak memiliki moral hazard. Selain itu, fintech juga merupakan industri yang baru diawasi regulator.

"(Suku bunga bank harus dibatasi) karena uang yang dipinjamkan bank itu uangnya nasabah bukan uang bank," ujar Hendrikus di Jakarta, belum lama ini.

Sementara, uang yang ada di perusahaan fintech adalah uang sejumlah investor dimana investor tahu kemana uang itu akan disalurkan. Fintech hanya berperan menjadi perantara bagi investor ke nasabah yang menginginkan bantuan modal.

"Kalau fintech, dia hanya kasih teknologi, Anda sendiri yang akan tentukan mau kemana uang itu disalurkan. Dari sisi regulator tidak mungkin aturan yang sangat longgar di fintech saya terapkan di bank," ungkapnya.

Menurut Hendrikus, hal ini tidak mungkin karena di perbankan moral hazardnya tinggi, sementara di fintech hampir tidak ada moral hazard. "Dan fintech sangat transparan. Bahkan si fintech A sebelum ngasih pinjam, pinjaman dia bisa baca fact sheet orang ini usahanya apa, berapa kali dia dapat pinjaman dan lain-lain," tukasnya.

Berbeda dengan bank, biasanya fintech hanya melayani pinjaman dalam skala kecil, sehingga punya pangsa pasar tersendiri dan mudah dalam melakukan pinjamannya.

"Orang-orang yang mau ke bank tidak mungkin pinjam dalam skala kecil. Sebab kalau pinjam skala kecil pasti ditolak banknya karena effortnya sama baik pinjaman kecil atau besar, karena ada aturan OJK mau pinjam Rp1000 atau Rp100 juta prosedurnya harus dijalani. Jadi masing-masing punya segmen pasar," jelas Hendrikus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi

Advertisement

Bagikan Artikel: