Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mantan Dirut Agung Podomoro Divonis 3 Tahun Penjara

        Warta Ekonomi, Jakarta -
        Mantan Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja divonis 3 tahun penjara sedangkan "personal asistant" Ariesman yaitu Trinanda Prihantoro selama 2,5 tahun penjara.

        Yang bersangkutan terbukti menyuap mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi sebesar Rp2 miliar terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

        "Menyatakan terdakwa Ariesman Widjaja terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dan menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Ariesman Widjaja selama 3 tahun penjara dan pidana denda Rp200 juta dengan ketentuan bila terdakwa tidak dapat membayar denda maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim Sumpeno dalam sidang pembacaan putusan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016).

        "Menyatakan terdakwa Trinanda Prihantoro terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dan menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa selama 2 tahun 6 bulan penjara dan pidana denda Rp150 juta dengan ketentuan bila terdakwa tidak dapat membayar denda maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," tambah hakim Sumpeno Putusan itu lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Ariesman divonis penjara selama 4 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan sedangkan Trinanda dijatuhi pidana penjara 3 tahun dan 6 bulan ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

        "Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi. Hal meringankan terdakwa berlalu sopan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa telah memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah DKI Jakarta," ungkap Sumpeno yang didampingi oleh Mas'ud, Baslin Sinaga, Ugo dan Anwar sebagai anggota majelis.

        Sedangkan kepada Trinanda dianggap hanya orang suruhan Arisman Widjaja.

        Tujuan pemberian Rp2 miliar tersebut adalah agar Sanusi mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) serta mengakomodasi pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MWS) agar punya legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan reklamasi Pantura Jakarta.

        "Meski menurut Ariesman, uang tersebut adalah uang pribadinya dan bukan uang perusahaan dan pemberian uang karena hubungan pertemanan antara terdakwa dengan Sanusi yang terjalin 10 tahun dan bukan dalam rangka Sanusi sebagai anggota DPRD. Uang Rp2 miliar diberikan karena kehendak sendiri terdakwa karena tahu Sanusi adalah calon gubernur DKI Jakarta. Apalagi Sanusi hanya 1 anggota Balegda dari 22 orang dimana tiap anggota punya hak bicara sendiri-sendiri dan RTRKSP akan dibahas antara eksekutif dan legilatif. Majelis hakim tidak sependapat dengan argumentasi terdakwa majelis hakim karena dengan menggabungkan rentetan pemberian uang ke Sanusi, hakim telah mendapatkan petunjuk dan memperoleeh kayakinan total uang Rp2 miliar tersebut terkait pembahsan raperda RTRKSP yang saat itu sedang bergurlir di DPRD DKI Jakarta," kata anggota majelis hakim Anwar.

        Apalagi menurut hakim, pembicaraan antara Sanusi, Ariesman, Trinanda dan staf Sanusi bernama Gerry Prastia menggunakan sandi-sandi tertentu.

        "Akan jadi berbeda bila pemberian uang Rp2 miliar itu tanpa melalui rentetan peristiwa yang disebutkan, apalagi terdapat bukti telepon dan SMS yang membicarakan persoaalan besaran kontribusi yang harus diberikan ke pengembang dan sandi-sandi tertentu seperti 'minta barang' dan 'minta kue'," tambah hakim Anwar.

        Raperda RTRKSP mengatur tentang tata ruang area reklamasi dari pantai Barat hingga Timur Pantai Utara DKI Jakarta.

        Ada 17 pulau di kawasan reklamasi Teluk Jakarta, PT MWS memiliki izin pelaksanaan reklamasi di pulau G, PT Kapuk Naga Indah (KPI) yang adalah anak perusahaan Agung Sedayu Group melakukan reklamasi di pulau A, B, C, D, 2B; Pulai I kepada PT Jaladri Kartika Pakci; dan Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo bekerja sama dengan PT Agung Dinamika Persada.

        Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengajukan Raperda RTRKSP pada Desember 2016 ke DPRD DKI Jakarta dan selanjutnya dibahas di Badan Legislasi Daerah (Balegda) yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Mohamad Taufik, yang juga kakak dari Mohamad Sanusi.

        Persoalan muncul karena Ariesman berkepentingan untuk mengubah isi raperda mengenai kontribusi tambahan yang terdapat pada pasal 116 ayat (6) mengenai kewajiban pengembang yang terdiri dari (a) kewajiban, (b) kontribusi, (c) tambahan kontribusi; dan pasal 116 ayat (11) mengenai tambahan kontribusi dihitung sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenakan.

        Sanusi dan beberapa anggota Balegda DPRD pada rapat pembahasan raperda RTRKSP 15 Februari 2016 menyatakan agar tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual tidak dicantumkan dalam raperda karena dapat memberatkan para pengembang. Hal yang sama kembali diulangi oleh Sanusi pada rapat 16 Februari 2016.

        Sehingga pada 22 Februari 2016, pemprov DKI menyerahkan konsep Raperda RTRKSP kepada DPRD yang mencantumkan ketentuan tambahan kontribusi yang diatur dalam pasal 110 ayat (13) dengan penjelasan "Cukup jelas" dan tidak lagi mencantumkan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari NJOP total lahan yang dapat dijual namun akan diatur lebih lanjut dalam peraturan gubernur sebagaimana kesepakatan antara Balegda DPRD DKI Jakarta dan pemprov.

        Pada 24 Februari 2016, Sanusi bertemu dengan Ariesman Widjaja di Cafe Paul Plaza Indoensia dan memyampaikan bahwa raperda RTRKSP masih dalam pembahasan kemudian Ariesman meminta bantuan Sanusi untuk mempercepat pembahasannya.

        Pada 3 Maret 2016 di Avenue Kemang Village Jakarta Selatan, Sanusi bertemu dengan Ariesman Widjaja. Dalam pertemuan tersebut Ariesman menyatakan bahwa kontribusi tambahan sebesar 15 persen terlalu berat bagi perusahaannya dan menjanjikan akan memberi uang sejumlah Rp2,5 miliar kepada Sanusi jika pasal tambahan kontribusi dimasukkan dalam pasal penejelasan dengan menggunakan kata 'konversi' karena Ariesman khawatir jika tanpa ada penjelasan maka nilai tambahan kontribusi tidak jelas. Atas permintaan tersebut, Sanusi menyetujuinya.

        Sanusi pun mengirimkan memo untuk mengubah rumusan pasal raperda RTRKSP terkait kontribusi tambahan yang semula 15 persen dikali luasan wilayah yang bisa dijual menjadi akan diatur di pergub dan mengubah rumusan penjelasan pasal 110 ayat (5) huruf c dari semula "cukup jelas" menjadi "tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang". Perubahan itu terjadi di luar rapat Balegda DPRD DKI Jakarta.

        Saat Ahok membaca kertas itu menyatakan penolakan dan kemudian menuliskan disposisi "Gila kalau seperti ini bisa pidana korupsi" selanjutnya memerintahkan Saefullah untuk menyerahkan disposisi ke Mohamad Taufik.

        Namun membaca disposisi Ahok tersebut, Taufik pun menemui Dameria Hutagalung selaku Kasubag Raperda untuk menyampaikan perbaikan pasal 110 ayat (5) huruf c menjadi ketentuan pasal 111 ayat (5) huruf c yang selanjutnya Damera berkoordinasi dengan Sanusi untuk perubahan tersebut.

        Sanusi pun meyakinkan Trinanda bahwa raperda sudah mengakomodasi kepentingan Ariesman pada 15 Maret 2016 melalui pembicaraan telepon sedangkan pada 16 Maret 2016 Sanusi meminta sebagian uang yang dijanjikan Ariesman kepadanya.

        Ariesman lalu menyiapkan uang Rp1 miliar dan diserahkan ke Trinanda, kemudian Trinanda menyerahkn kepada staf pribadi Sanusi bernama Gerry Prasetia untuk disampaikan ke Sanusi. Gerry memberikannya kepada Sanusi di SPBU Pertamina Jalan Panjang Jakarta pada 28 Maret 2016.

        Pada 30 Maret 2016, Sanusi kembali memerintahkan kepada Gerry untuk kembali meminta uang kepada Ariesman sehingga Gerry pun mengirim SMS kepada Trinanda. Permintaan itu akhirnya disetujui pada 31 Maret 2016 dengan jawaban Trinanda kepada Gerry melalui SMS "mas kl mo ambil kue jgn lupa bawa keranjangnya ya".

        Ariesman kemudian mempersiapkan uang Rp1 miliar dan diserahkan ke Trinanda untuk diberikan ke Gerry. Gerry menyerahkan uang Rp1 miliar itu di Cafe Kopi Luwak kawasan Central Park Jakarta Barat. Setelah Geerry menerima Rp1 miliar, ia menemui Sanusi di FX Mall Senayan. Gerry menyerahkannya di dalam mobil Jaguar milik Sanusi dan ketika mobil itu dari FX Mall petugas KPK menangkap keduanya.

        "Dengan diterimanya total uang Rp2 miliar dari Sanusi yang berasal dari Ariesman melalui Trinanda yang diserahkan oleh Gerry sehingga dapat disimbulkan majelis, bahwa memberi sesuatu telah terbukti menurut hukum," kata anggota majelis hakim Baslin Sinaga.

        Terhadap putusan itu, Ariesman, Trinanda dan jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.

        "Terima kasih dengan tidak mengurangi rasa hormat kami terdakwa keduanya untuk menyatakan pikir-pikir dulu sesuai dengan waktu," kata pengacara Ariesman, Adardam Achyar. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sucipto

        Bagikan Artikel: