Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi (28/10/2016) bergerak melemah sebesar sembilan poin menjadi Rp13.040, dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.031 per dolar AS.
"Rupiah melemah terbawa arus penguatan dolar AS di pasar global. Dari domestik, berita positif juga mulai terbatas," kata ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Jumat.
Rangga Cipta menambahkan bahwa eforia pencapaian amnesti pajak pada awal periode II yang masih terbilang minim serta harapan diberikannya peringkat layak investasi yang mulai hilang turut mempengaruhi laju mata uang rupiah.
Kendati demikian, menurut dia, gejala penguatan harga komoditas seperti minyak mentah dunia yang positif masih menjadi pencegah pelemahan rupiah lebih dalam terhadap dolar AS di tengah minimnya sentimen positif serta ketidakpastian global.
Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Jumat (28/3) pagi, berada pada level 49,73 dolar AS per barel, naik 0,02 persen. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude pada posisi 50,51 dolar AS per barel, menguat 0,08 persen.
Ia mengatakan bahwa fokus pasar saat ini sedang tertuju pada laju inflasi Oktober 2016, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) serta defisit transaksi berjalan di kuartal III 2016 yang sedianya akan diumumkan pada awal November nanti.
"Pertumbuhan PDB yang melambat di tengah ketidakpastian global bisa memicu koreksi atas nilai aset berdenominasi rupiah sehingga berpeluang juga memicu pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
Sementara itu,pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova mengatakan bahwa sentimen mengenai kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The Fed masih menjadi penopang mata uang dolar AS.
"Data ekonomi AS yang membaik meningkatkan keyakinan bahwa The Fed akan menaikan suku bunga pada tahun ini," katanya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto