''Kasus ini harus segera diselesaikan secara jelas.?Tidak boleh ada diskriminasi dan dibuat keistimewaan-keistimewaan,'' tegas Fadli di Jakarta, Rabu (2/11/2016).
Dalam dua tahun ini, sebut Fadli, dapat dikatakan belum ada prestasi besar dari pemerintahan Jokowi-JK dalam bidang penegakkan hukum. Bahkan muncul kesan yang sangat kuat adanya tebang pilih dalam kasus penegakkan hukum.
?Di bidang hukum, secara singkat semakin tidak jelas, hukum jadi sangat tumpul ke atas, tajam ke bawah,? ujarnya.
Tak hanya itu, ia juga menyinggung kinerja aparat kejaksaan yang bergerak cepat dalam kasus yang membelit mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Hanya dalam hitungan beberapa kali pemeriksaan, Dahlan langsung menjadi tersangka dan ditahan. Namun, hal itu tidak berlaku dalam kasus mega skandal pajak Asian Agri.
''Tidak boleh ada diskriminasi dalam hukum. Yang satu diperlakukan keras, sementara yang lain diperlakukan dengan istimewa, bebas dan sebagainya. Ini yang membuat masyarakat merasa ada ketidakadilan yang sangat mencolok dan ini berbahaya untuk Indonesia,'' cetusnya.
Oleh karena itu, kata Fadli, DPR RI melalui Komisi III akan melakukan tugas pengawasan terhadap kasus pajak korporasi Asian Agri.
''Kejahatan koorporasi itu terkait kebijakan, KPK bisa mengambil alih kasus dari tangan Kejaksaan Agung. Jadi grand corruption itu yang harusnya diungkap KPK,'' pungkasnya.
Diketahui, kasus penggelapan pajak PT Asian Agri hingga saat ini belum juga tuntas. Dalam kasus ini baru satu yang dijatuhi hukuman pidana, yakni Tax Manager AAG, Suwir Laut yang divonis 2 tahun penjara dan dengan percobaan tiga tahun dan mengharuskan korporasi Asian Agri membayar denda Rp 2,52 triliun.
Sedangkan, delapan tersangka lainnya Eddy, Linda, Direktur Asian Agri Tio Bio Kok alias Kevin Tio, Willihar Tamba, Laksamana Adiyaksa dan Semion Tarigan, serta Direktur PT Tunggal Yunus Estate dan PT Mitra Unggul Pusaka, Andrian masih bebas.
Terpisah, Jampidsus Arminsyah mengatakan pihaknya baru menuntaskan 80% perkara dugaan korupsi yang mangkrak sejak 2010 - 2015. Tidak dirinci 20% perkara yang masih menunggak di Gedung Bundar.?
Saat ini, kerajaan bisnis Sukanto Tanoto tengah dalam sorotan. Sukanto Tanoto dalam tayangan di media sosial Youtube berjudul "RGE Chairman Sukanto Tanoto shares his story", yang dipublikasikan pada 20 Januari 2015, sangat melukai hati bangsa Indonesia.
Dalam tayangan itu, Sukanto Tanoto dengan gamblang? menyatakan ia hanya menganggap Indonesia sebagai bapak angkat dan Cina bapak kandung.
Padahal, Sukanto lahir, besar, menikah dan diberi "karpet merah" oleh pemerintah untuk memanfaatkan kekayaan alam Indonesia hingga mengantarkan Sukanto Tanoto menjadi konglomerat.
Kemudian, Senin, 5 September 2016, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead dan tim diadang oleh petugas keamanan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang mengaku anggota Kopassus di lahan konsesi milik RAPP di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: