Kinerja positif Pertamina yang ditunjukkan dari perolehan laba sebesar 2,83 miliar dolar AS (sekitar Rp36,8 triliun) sepanjang Januari-September 2016 memberikan pembelajaran yang baik bagi BUMN lain sekaligus nilai tambah yang besar bagi negara.
"Dengan sinergi yang bertujuan menjadikan perusahaan kuat, Pertamina akan memiliki kemampuan untuk me-leverage (menambah modal) finansial," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali di Jakarta, Senin (14/11/2016).
Dia menambahkan, Pertamina bisa membiayai eksplorasi yang mahal. Jadi mereka bisa juga ada opsi melakukan eksplorasi di luar negeri yang juga barangkali lebih efisien.
Menurut Rhenald, pencapaian kinerja Pertamina tidak lepas dari serangkaian langkah yang dilakukan manajemen saat ini yang mengintegrasikan sistem yang ada.
"Ini yang membuat terciptanya efisiensi pada seluruh rantai bisnis perusahaan. Selama ini rupanya dengan model bisnis yang lama Pertamina banyak lemahnya. Lalu dengan model bisnis baru dan juga pendekatan dari Kementerian BUMN terbentuklah sesuatu yang sangat sinergistik di dalamnya sangat solid," ujarnya.
Rhenald mencontohkan efisiensi dalam kilang dan efisiensi dari pengadaan minyak dengan membeli secara langsung tanpa melalui pihak ketiga. Ini merupakan salah satu dampak positif dari pembubaran Petral sehingga membuat Pertamina menjadi lebih lincah dalam bergerak.
"Sekarang kalau mau berhubungan dengan Pertamina harus langsung, tidak bisa lagi melalui perantara atau pihak ketiga. Dengan begitu Pertamina bisa dapat harga minyak terbaik," katanya.
Rhenald menjelaskan Pertamina masih memiliki sejumlah tantangan untuk bisa mempertahankan kinerjanya yang positif ke depan. Selain harus menghadapi harga minyak yang belum menguntungkan, Pertamina juga masih harus menyelesaikan masalah-masalah fasilitas atau aset yang harus diefisiensikan.
"Masih ada suara yang menyebut kita tidak perlu bangun kilang. Ini pekerjaan rumah dari kelompok-kelompok yang ingin Indonesia tetap membeli BBM dari luar. Pertamina menghadapi 'media war' yang luar biasa," kata dia.
Rhenald mengatakan pemerintah harus mendukung Pertamina dengan cara memperkuat. Untuk pemangku kepentingan lain seperti komunitas masyarakat juga harus ada kebijakan "win win" karena masalahnya biasanya sama. "Seperti pembebasan tanah, pajak, masalah regulasi yang saling bertentangan, lalu politik yang tidak kondusif. Itu kan tidak menarik bagi siapapun yang berinvestasi," ujarnya.
Pakar ekonomi energi dari Universitas Indonesia, Berly Martawardaya menambahkan kinerja tersebut menunjukkan Pertamina telah melakukan efisiensi dengan sangat baik. Di tengah harga minyak dunia yang jatuh, BUMN tersebut justru berhasil melakukan penghematan yang luar biasa. "Kalau melihat angkanya, tentu kinerjanya membaik dan program efisiensinya berhasil, strategi manajemennya berhasil," lanjut dia.
Selain itu, lanjut Berly, kinerja finansial yang sangat moncer pada periode sembilan bulan 2016 karena perusahaan memiliki unit usaha hilir dan distribusi yang lebih stabil profitnya. Ini berbeda dengan kebanyakan perusahaan migas lain yang fokus di hulu yang terkena dampak turunnya harga minyak mentah dunia. "Agar kinerja terus positif, manajemen Pertamina harus mempertahankan cost efficiency, business development, dan juga melanjutkan inovasi," katanya.
Pertamina sebelumnya mengumumkan pencapaian laba bersih sepanjang Januari-September 2016 sebesar 2,83 miliar dolar AS, naik 209 persen dibandingkan periode sama 2015. Raihan laba bersih Pertamina sampai kuartal III 2016 disokong peningkatan kinerja operasi dan efisiensi dari berbagai inisiatif dan langkah terobosan yang dilakukan perusahaan.
Laba bersih yang diraih Pertamina tersebut bisa disejajarkan dengan perusahaan migas kelas dunia seperti ExxonMobil yang membukukan laba bersih hingga kuartal III 2016 sebesar 6,15 miliar dolar AS dan Royal Dutch Shell yang mencatatkan laba bersih 3,03 miliar dolar AS. Kinerja keuangan Pertamina juga jauh di atas Chevron yang merugi 912 juta dolar dan Total SA yang mencatatkan kerugian 382 juta dolar sepanjang Januari-September 2016. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: