Pengamat ekonomi sekaligus Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis Sampoerna University Wahyoe Soedarmono mengatakan produktivitas merupakan kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen pada 2019.
Dengan rasio investasi terhadap PDB saat ini sebesar 32 persen dan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5 persen, Wahyoe menilai untuk menumbuhkan ekonomi sebesar 7 persen akan memerlukan investasi sebesar 44 persen terhadap PDB hingga akhir 2019, padahal rasio tabungan nasional yang saat ini 33 persen terhadap PDB tidak mencukupi untuk mendorong target pertumbuhan tersebut.
"Produktivitas tinggi akan memungkinkan kebutuhan investasi untuk menumbuhkan ekonomi sebesar 7 persen dengan dibiayai tingkat tabungan nasional yang terbatas," ujar Wahyoe usai "Paparan Ekonomi 2017: Menanti Fajar dalam Keseimbangan Baru Ekonomi Global" yang diselenggarakan Sampoerna University di Jakarta, Senin (5/12/2016).
Kebijakan makroekonomi lain yang perlu dilakukan tahun depan, yakni meningkatkan proporsi tabungan nasional terhadap PDB yang saat ini hanya berada di kisaran 33 persen menuju angka 44 persen hingga 2019.
Strategi ini dapat dilakukan dalam dua cara, yakni program amnesti pajak dan inklusi keuangan untuk memperluas akses keuangan bagi masyarakat Indonesia, khususnya untuk meningkatkan tabungan formal di perbankan dan lembaga keuangan lainnya, maupun tabungan lain dalam sistem finansial.
"Peningkatan inklusi keuangan merupakan salah satu agenda setidaknya dalam satu dekade ke depan agar mdonesia dapat terhindar dari perangkap negara berpendapatan menengah," kata Wahyoe.
Selain meningkatkan komponen investasi, ruang ekspansi fiskal melalui peningkatan belanja oleh pemerintah masih terbuka karena posisi defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang relatif rendah yakni 1,8 persen terhadap PDB Triwulan III 2016.
Namun, menurut Wahyoe, pemerintah perlu selektif dalam memilih sektor-sektor strategis untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Ia menyebut beberapa sektor yang perlu mendapat prioritas belanja pemerintah, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
"Upaya untuk meningkatkan iklim bisnis yang kondusif, baik melalui deregulasi maupun penguatan kualitas birokrasi dan aspek tata kelola institusional juga masih diperlukan," kata Wahyoe.
Sementara itu, ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir 2016 sebesar 4,9 persen atau lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi 2015 yang mencapai 4,8 persen.
Pencapaian tersebut sangat jauh dari target pemerintah yang ingin menumbuhkan ekonomi sebesar 5,5 persen pada tahun 2015 dan 6,6 persen pada tahun 2016.
Komponen terbesar yang berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, yakni konsumsi domestik sebesar 56 persen dari total PDB, diikuti investasi sebesar 34 persen, dan belanja pemerintah sebesar 9,7 persen.
Faisal memprediksi investasi akan cenderung melambat pertumbuhannya karena terganggu dengan kenaikan belanja pemerintah.
"Kredit dan belanja akan berdampak pada sektor. Pertanian akan stay di level yang rendah, migas akan turun, sedangkan manufaktur banyak tantangan," kata dia.
Meskipun jasa menjadi satu-satunya sektor andalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Faisal berpendapat bahwa pertumbuhan yang terlalu pesat pada sektor jasa akan berdampak negatif bagi dua pertiga masyarakat Indonesia yang memiliki mata pencaharian di sektor pertanian dan manufaktur. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: