Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan ingin mengintegrasikan Program Reforma Agraria dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang dengan Program Perhutanan Sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Darmin menjelaskan, kedua program tersebut pada dasarnya berbeda di mana reforma agraria menekankan pada aspek redistribusi lahan, sedangkan hutan sosial lebih menenkankan pada akses terhadap lahan.
"Jadi rakyat boleh memakai hutan untuk menanami sesuatu dikasih legalitasnya, tapi bukan memiliki. Program itu memang agak besar dan kita berusaha menyatukannya (dengan reforma agraria). Masyarakat boleh akses tapi kita tetap ingin pendekatannya kluster," ujar Darmin di Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Menurut Darmin, melalui pendekatan kluster, produktivitas masyarakat yang mengolah lahan hutan tersebut dapat meningkat dan memproduksi dalam skala besar.
Program Perhutanan Sosial sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian.
Program Perhutanan Sosial membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah. Setelah disetujui maka masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan.
Dengan ini, masyarakat akan mendapatkan berbagai insentif berupa dukungan teknis dari pemerintah dalam mengelola perkebunan tanaman dalam area yang mereka ajukan. Hasil panen dari perkebunan ini dapat kemudian dijual oleh masyarakat demi pemenuhan kebutuhan ekonominya sehari-hari.
Hingga saat ini, terdapat tiga kategori hak hutan yang dapat diajukan yaitu hak terhadap Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, dan Hutan Tanaman Rakyat. Hak untuk pengolahan hutan dapat diajukan oleh masyarakat di atas area yang diidentifikasi dalam Peta Indikatif Akses Kelola Hutan Sosial.
Pemerintah sendiri telah mentargetkan alokasi perhutanan sosial seluas 12,7 juta Ha area hutan dan dalam pelaksanaannya akan dibentuk Kelompok Kerja Daerah untuk melaksanakan pendampingan dan pembinaan bagi masyarakat yang ingin mengajukan diri dalam program ini.
Sedangkan Reforma Agraria atau secara legal formal disebut juga dengan Pembaruan Agraria adalah proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah).
Dalam tataran operasional Reforma Agraria di Indonesia dilaksanakan melalui 2 (dua) langkah yaitu pertama, penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdsarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undsang Pokok Agraria ( UUPA ).
Kedua, proses penyelenggaraan Land Reform Plus, yaitu penataan aset tanah bagi masyarakat dan penataan akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya secara baik. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil