Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Makassar terus menyelidiki dugaan adanya praktik kartel yang mengakibatkan harga cabai melambung di pasaran. Lembaga pengawas persaingan usaha itu masih mencari bukti kuat sebelum membawa kasus tersebut ke ranah persidangan.
"Kami masih dalami soal (dugaan praktik kartel) cabai ini. Kenaikan harga cabai di suatu daerah masih perlu ditelusuri, apakah betul memang ada permainan atau hanya mekanisme pasar dan faktor cuaca," kata pelaksana tugas Kepala Bagian Penindakan dan Penegakan Hukum KPPU Makassar Yunan Andika Putra di Makassar, Senin (6/3/2017).
Harga cabai di Makassar dalam dua bulan terakhir sangat fluktuatif. Yunan menyebut idealnya harga cabai berkisar Rp30-40 ribu per kilogram. Namun, harga komoditas tersebut terkadang membengkak hingga Rp100-120 ribu per kilogram. Kenaikan harga cabai tersebut jelas merugikan konsumen.
Ia mengimbuhkan selain penyelidikan dugaan praktik kartel, pihaknya berusaha mengendalikan harga cabai dengan melakukan pemantauan secara berkala. Di KPPU Makassar, pihaknya terus memantau harga cabai bersama 21 komoditas lainnya setiap pekan.
"Kami memang buat tabel terkait 22 komoditas. Bila harganya mulai merangkak naik dan tidak wajar maka kami menggelar sidak di pasar untuk mengetahui pemicunya. Sidak yang dilakukan ini juga upaya pencegahan karena dengan begitu pedagang menyadari selalu mendapatkan pengawasan," terang dia.
Salah seorang pedagang di Pasar Terong, Sinar (35), menuturkan fluktuasi harga cabai di Makassar sudah terjadi dalam dua bulan terakhir. Saat ini harga cabai dibanderol Rp100-120 ribu. Kenaikan harga komoditas tersebut terjadi karena minimnya pasokan dari sejumlah daerah diakibatkan cuaca buruk. Sinar menegaskan pihaknya tidak pernah mengambil untung dari kenaikan harga cabai tersebut.
Sebelumnya, Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf mengakui investigasi terhadap dugaan praktik kartel cabai memang dilakukan di beberapa daerah. Selain di Makassar, Syarkawi menyebut Jakarta dan Bogor. Ia menegaskan penyelidikan dugaan praktik kartel cabai membutuhkan bukti yang kuat.
"Kami sedang mengumpulkan bukti-bukti, apakah memang benar pola permainan (praktik kartel) terjadi. Untuk membawanya ke proses hukum kan butuh bukti yang kuat dan sedang kami cari dengan melakukan investigasi," tutur alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin itu.
Syarkawi menjelaskan potensi adanya praktik kartel cabai memang ada dan diduganya dilakukan di level bandar. Di tiap daerah, diketahui ada dua sampai tiga bandar yang bisa mempermainkan harga bila melihat pasokan cabai menurun tatkala puncak musim hujan. Modusnya bisa berupa mempermainkan harga ke agen penyalur atau membuat kesepakatan harga dengan bandar lain.
"Dugaan kami di KPPU, mungkin di level bandar ini ada unsur kesengajaan untuk mengatur pasokan ke pasar yang membuat pasokan di pasar itu kurang dan tidak stabil. Kemungkinan lain, antar-bandar ini saling telepon untuk menetapkan harga jual ke agen maupun ke end user," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo