Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Akademisi Soroti KPPU Soal Sidang Dugaan Kartel Bunga Pinjaman Daring

Akademisi Soroti  KPPU Soal Sidang Dugaan Kartel Bunga Pinjaman Daring Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyidangkan 97 penyelenggara pinjaman daring (pindar) legal dan berizin terkait dugaan kartel bunga menuai kritik dari kalangan akademisi. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI), Ditha Wiradiputra, menilai tuduhan tersebut berpotensi mengabaikan kepentingan konsumen.

Menurut Ditha, pengaturan bunga yang dilakukan pelaku usaha justru bertujuan melindungi konsumen agar memperoleh akses layanan keuangan terjangkau serta terhindar dari pinjaman online ilegal. Ia menyebut langkah itu awalnya merupakan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tengah kekosongan hukum yang mengatur industri pinjaman daring.

Baca Juga: Pindar Jadi Jebakan Utang Digital, Komisi XI Dukung KPPU Tindak Tegas Praktik Kartel Pindar

“KPPU itu ditujukan untuk mencegah terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat. Karena salah satu tujuan UU Persaingan Usaha adalah melindungi kepentingan umum dan yang telah dilakukan adalah bagian dari melindungi kepentingan umum,” papar Ditha dalam diskusi Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam Industri Pinjaman Daring di Kampus FH UI, Depok (8/8/25). 

KPPU sebelumnya menyatakan 97 penyelenggara layanan pindar diduga mengatur tingkat suku bunga bersama-sama pada 2020–2023. Praktik itu, menurut KPPU, membatasi kompetisi dan merugikan konsumen.

Baca Juga: KPPU Tunda Sidang Kartel Bunga Fintech Rp1.650 Triliun, Begini Respon AFPI

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membantah tuduhan tersebut. AFPI menegaskan sebagai asosiasi resmi yang ditunjuk OJK, penurunan bunga maksimum merupakan kebijakan regulator untuk melindungi konsumen dari predatory lending, tanpa menghilangkan persaingan di industri.

OJK mengakui pernah mengarahkan AFPI menurunkan bunga maksimum demi melindungi konsumen sekaligus membedakan layanan legal dari pinjaman ilegal. Ketentuan bunga maksimum berubah dari 0,8% per hari pada 2018, menjadi 0,4% pada 2020, lalu 0,3% untuk tenor di bawah 6 bulan dan 0,2% untuk tenor lebih dari 6 bulan melalui UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Dari tiga kebijakan itu, hanya penetapan terakhir yang tidak dipermasalahkan KPPU.

“Kalau upaya pelaku usaha membuat layanan keuangan lebih dapat diakses lalu dituduh melanggar hukum, kepentingan siapa yang dibela KPPU? Bisa-bisa KPPU dianggap penganut ekonomi kapitalis,” ujar Ditha.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: