Berdasarkan data Organda Kota Makassar diketahui, jumlah angkot mencapai 4.113 unit yang melayani 14 trayek. Sementara berdasarkan kajian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), idealnya hanya 2.700 unit angkot.
Berkaitan dengan kondisi itu, Zainal meminta pihak pemerintah agar membuat kebijakan yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.
"Ini menyangkut asap dapur para sopir apakah masih bisa mengepul atau tidak, karena adanya taksi daring ini sangat berpengaruh pada pendapatan sopir," ujarnya.
Sementara itu, pengamat transportasi dari Universitas Hasanuddin Makassar Dr Lambang Basri mengatakan, ketidakseimbangan ratio konsumen dengan layanan jasa transportasi itu, selain memicu kemacetan dan kesemerawutan lalu lintas.
Intensifkan Pengawasan Guna mencari solusi ditengah polemik keberadaan taksi daring ini di Makassar dan sekitarnya, Dishub Sulsel siap mengitensifkan pengawasan taksi daring di lapangan.
"Kami mulai mengintensifkan pengawasan terhadap kegiatan angkutan taksi daring per 1 April 2017," ujar Kadis Perhubungan Sulsel Ilyas Iskandar.
Menurut dia, pihaknya akan melakukan penindakan apabila temukan beroperasi tanpa memenuhi sebelas poin ketentuan sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016.
Berkaitan dengan hal itu, maka pihak Dishub Sulsel siap bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk melakukan operasi penertiban secara besar-besaran, kendatipun pihak Kementerian Perhubungan masih memberikan waktu toleransi hingga tiga bulan ke depan.
Karena itu, dia mengimbau pengemudi taksi daring yang belum memenuhi 11 poin ketentuan tersebut, agar menghentikan sementara kegiatan operasi angkutannya.
"Misalnya, yang STNK-nya belum berbadan hukum, tentu kita akan tindaki. Dengan harapan ada efek jera, sehingga mereka mengurus kelengkapannya," ucapnya, menegaskan.
Adapun tindak lanjut dari upaya penertiban ini, lanjut dia, nantinya akan ada stiker khusus yang menandai kendaraan taksi daring tersebut.
"Yang jelas, kami masih menunggu petunjuk dari Kementerian Perhubungan, apakah kita yang cetak stiker ini, kita pasangi label Dishub, atau dikirim langsung dari kementerian itu," imbuhnya.
Label itu kemudian akan dipasangi "chip" yang memungkinkan Dishub mengakses lokasi angkutan tersebut.
"Jadi kita tahu ke mana pergerakan taksi 'online', dan tentunya kita akan batasi wilayah yang selama ini operasionalnya taksi konvensional, supaya tidak saling bersinggungan langsung," tandas Ilyas.
Setidaknya kebijakan yang diambil oleh pemerintah setempat saat ini, dinilai akan memberikan "win - win sollution" bagi para pemberi layanan jasa transportasi, baik konvensional maupun yang daring.
Langkah itu pula diharapkan ke depan dapat menyelaraskan layanan taksi daring dan konvensional. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: