Sinarmas Kasih Kuliah Umum Tentang Sawit Berkelanjutan
Perusahaan perkebunan Sinarmas memberikan kuliah umum tentang perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan kepada mahasiswa dan civitas akademika IPB di gedung Auditorium Andi Hakim, Kampus Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Kamis 20/4/2017).
"Keberlanjutan selama ini selalu menjadi fokus kami, namun belum semua kalangan mengetahui dengan jelas bagaimana pilar bisnis Sinar Mas melakukannya," kata Managing Director Sinarmas, G Sulistiyanto.
Menurut Sulis, pihaknya berkesempatan membagi pemahaman dengan kalangan akademik dan juga mahasiswa dalam kuliah umum bertema 'Green Business Practice' Industri Strategis Indonesia dalam rangka memperingati Hari Bumi pada 22 April.
Menurutnya, komitmen, inovasi serta pencapaian perusahaan yang tidak tersampaikan dengan jelas ke publik, yang kemudian keliru dimaknai, dapat berimbas merugikan, tidak saja bagi perusahaan terkait, tapi juga industri nasional bahkan hingga ke citra Republik Indonesia.
"Seperti ketika pemerintah menetapkan konservasi lahan gambut melalui PP No. 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, silang pendapat yang diangkat media massa dimaknai sejumlah pihak sebagai keberatan sektor usaha atas kebijakan tersebut. Padahal kami mendukung penuh," katanya.
Ia mencontohkan Golden Agri-Resources Ltd/PT SMART Tbk meluncurkan Kebijakan Konservasi Hutan yang tidak memperluas perkebunan sekaligus mengkonservasi hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi (HCV) dan Stok Karbon Tinggi (HCS) pada Februari 2011.
Sementara pada Februari 2013, giliran Asia Pulp & Paper yang meluncurkan kebijakan serupa.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Purwadi Soeprihanto mengatakan, silang wacana yang terjadi lebih kepada niatan semua pihak yang terkait dengan pemanfaatan lahan gambut agar langkah konservasi dapat berhasil.
"Perusahaan kehutanan dan perkebunan selama ini berkomitmen dengan bisnis berkelanjutan tanpa kehilangan manfaat dari aktivitas," kata Purwadi.
Sementara itu Managing Director Sustainabiity and Strategic Stakeholder Engagement GAR/SMART Agus Purnomo menjelaskan, terkait penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan, APP sejak 1996 telah memberlakukan kebijakan penyiapan lahan tanpa pembakaran (no-burning policy) yang terus dipertajam dari sisi teknologi, hingga SDM.
Tahun 2016 lanjutnya, investasi sistem penanganan kebakaran terintegrasi APP mencapai tak kurang dari 20 juta dollar AS. GoldenAgri-Resources Ltd-PT SMART Tbk juga menerapkan kebijakan serupa yang disebut Kebijakan Nihil Bakar (zero burning policy) sejak 1997.
Menurut Agus, masyarakat sekitar konsesi dan perkebunan adalah ujung tombak pencegahan kebakaran.
"Melalui pendampingan, pelatihan dan pemberian insentif (reward), masyarakat di sekitar perkebunan kelapa sawit kami bina dalam wadah Desa Makmur Peduli Api sehingga mereka menerapkan praktik bertani yang lebih ramah lingkungan," kata Agus.
Purwandi menambahkan, pertimbangan, sektor hutan tanaman industri di Indonesia yang menjadi pemasok bahan baku dan industri pulp dan kertas yang ada di hilir adalah gantungan hidup bagi 4,3 juta orang tenaga kerja langsung dan tak langsung, dengan nilai investasi mencapai Rp260 triliun, dan nilai ekspor hingga 5,2 miliar dolar AS di tahun 2015 silam.
Sementara industri kelapa sawit dari secara keseluruhan menyerap hingga 21,2 juta tenaga kerja, yang nilai ekspornya pada tahun 2016 sebesar 17,8 miliar dolar AS.
"Pilihan yang bijak bukan menghambatnya, melainkan bersinergi mengelolanya seefisien mungkin, ramah lingkungan, diiringi diplomasi untuk menghadapi hambatan perdagangan di luar negeri," kata Purwadi.
Terkait dukungan terhadap rencana penguatan sertifikasi keberlanjutan Indonesia yang dikenal dengan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) Agus Purnomo menekankan khususnya dari substansi legalitas karena hal ini akan mendorong praktik perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Sementara Corporate Affairs Director Sinar Mas Agribusiness & Foods, Harry Hanawi mengingatkan dari sisi historis, inisiasi pengembangan perkebunan kelapa sawit melibatkan petani plasma dan independen justru berasal dari Bank Dunia pada dekade 70-an.
"Agar perekonomian Indonesia bisa segera tumbuh. Yang mungkin belum diperkirakan ketika itu adalah, kebutuhan minyak nabati dunia terus meningkat, dan kelapa sawit merupakan bahan dasar minyak nabati paling produktif dan efisien saat ini. Penggunaanya meliputi sektor pangan, consumer goods, hingga bahan bakar terbarukan," kata Harry. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: