Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Harga Tembakau Naik Dipicu Permintaan Pasar

        Harga Tembakau Naik Dipicu Permintaan Pasar Kredit Foto: Antara/Saiful Bahri
        Warta Ekonomi, Tulungagung -

        Harga tembakau di tingkat petani di wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur terus mengalami kenaikan dampak tingginya permintaan pasar yang tidak dibarengi stok barang.

        "Harga tembakau saat ini tembus Rp110 ribu per kilogram, naik jauh dibanding sebelumnya yang sempat di bawah Rp70 ribu per kilogram," kata Suwardi, seorang petani tembakau di Tulungagung, Selasa (23/5/2017).

        Namun, kenaikan tersebut tidak kemudian membuat banyak petani tembakau terpengaruh, karena sebagian petani terlanjur memutuskan jeda menanam tembakau dampak la nina yang menyebabkan musim hujan sepanjang tahun.

        Mereka sebenarnya terus menanam, namun kemudian gagal panen akibat tanaman tembakau rusak atau mati terendam air (banjir/hujan) sawah serta intensitas serangan hama yang semakin meningkat.

        "Tahun 2016 banyak petani yang gagal panen, karena tembakau banyak yang mati," katanya.

        Sejumlah petani tembakau menuturkan, dengan banyaknya petani yang gagal panen otomatis berdampak pada tingginya harga tembakau dipasaran karena tidak adanya barang.

        "Kalau panen raya rata-rata harga tembakau kering per kilogramnya hanya dipatok sekitar Rp32 ribu - Rp34 ribu per kilogramnya," katanya.

        Dikonfirmasi, Kepala Seksi Tanaman Semusim Rodi mengatakan lonjakan harga tembakau saat ini telah tembus Rp110 ribu per kilogram.

        Menurut dia, melonjaknya harga tembakau itu merupakan hukum pasar dampak permintaan tinggi, namun stok barang menipis.

        "Dengan harga yang tinggi, diharapkan bisa merangsang para petani untuk menanam tembakau kembali," katanya.

        Rodi menuturkan, pada tahun kemarin sempat terjadi lalina yang menyebabkan sejumlah petani tembakau gagal panen.

        "Dengan curah hujan yang tinggi menyebabkan hasil produksi tembakau tidak bisa maksimal. Setiap kali menanam, dan terkena hujan tanaman langsung mati hingga diulangi menanam kembali sebanyak tiga kali namun tetap saja dan membuat sejumlah petani putusasa," katanya.

        Rodi menargetkan luas areal tanaman tembakau pada tahun 2017 mencapai 1857,69 hektare.

        Kata Rodi, luasan tersebut meningkat jika dibandingkan pada 2016 yang hanya mencapai 200-an hektare dan hasil produksinya juga tidak maksimal karena adanya la lina.

        Menurutnya, untuk hasil tembakau di Tulungagung dengan kondisi cuaca yang normal atau kemarau panjang bisa mencapai sekitar 1,4 ton per hektare.

        "Informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada tahun ini akan terjadi el nino lemah, dalam artian masih adanya hujan yang turun," katanya.

        Rodi mengatakan, varietas tembakau di wilayahnya yang sering ditanam oleh para petani yakni varietas gagang sidi dan gagang rejeb arang.

        Kata dia, tembakau dengan varietas gagang sidi lebih tahan terhadap penyakit layu dan lanas daun, sedangkan gagang rejeb kurang begitu tahan.

        "Sehingga petani di Tulungagung lebih memilih menanam tembakau dengan varietas gagang sidi dengan masa tanam 3,5 bulan hingga empat bulan sudah bisa panen," katanya. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: