Kebijakan Soal PP 28/2024 Dianggap Carut Marut, Pemerintah Wajib Bantu Petani Tembakau
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar menyatakan, selama ini Industri Hasil Tembakau (IHT) telah memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Indonesia.
Contoh saja kata Sulami, di tahun 2023, Penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) mencapai Rp 210,29 triliun, turun 3,81% dibanding 2022. Sementara di tahun 2024 sampai dengan Oktober 2024 mencapai Rp 167,0 T atau 71,48% dari Target Penerimaan CHT dalam APBN 2024 sebesar Rp 230,4 triliun.
“IHT juga menghasilkan devisa ekspor pada tahun 2023 sebesar US$ 1.748,2 juta dengan surplus perdagangan US$ 806,92 Juta. Selain itu IHT telah menjadi sumber nafkah bagi 5,98 juta orang yang terdiri dari petani, karyawan pabrik, pekerja ritel, pekerja logistik, dan pedagang eceran. Ini adalah sektor yang menyerap tenaga kerja yang paling besar,” kata Sulami dalam Focus Group Discussion dengan tema “ Masa Depan Industri Hasil Tembakau di Era Prabowo-Gibran” yang digelar oleh Jurnalis Ekonomi-Bisnis Surabaya (JEBS) di Surabaya kemarin
Namun dengan Peraturan Pemerintah nomor 28/2024 yang ditetapkan Presiden RI ke-7 Joko Widodo sebagai Peraturan Pelaksanaan UU nomor 17/2023 tentang Kesehatan pada Juli 2024, maka industri ini akhirnya terus mengalami penurunan.
Baca Juga: Melalui Lapor Mas Wapres, Petani Tembakau Jatim Adukan Nasib ke Gibran
Menurutnya, saat ini ada sekitar 500 regulasi yang diterbitkan berbagai kementerian dan lembaga negara.
“89,68% pengaturan IHT adalah pembatasan, sementara 9,19 % berisi tentang pengaturan cukai. Dan PP 28/2024 ini akan menambah daftar panjang regulasi yang tidak berkeadilan, hanya melihat dari satu sisi saja yaitu kesehatan,” tegas wanita ini.
Tim Revitalisasi Tembakau Jatim Cipto Budiono menegaskan, bahwa PP28/2024 ini sangat bertentangan dengan semangat yang digaungkan oleh Presiden Prabowo yang sangat menekankan hilirisasi.
“Padahal IHT ini adalah contoh hilirisasi yang lengkap dan komplit yang sudah sangat lama dilakukan. Mulai dari bahannya, bahan tambahannya hingga tenaga kerja dan industrinya ada dalam negeri. Kalau ingin menekankan hilirisasi, maka IHT jangan sekali-kali diganggu tetapi dengan PP 28/2024 ini justru bertentangan dengan visi pak Prabowo,” ujar Cipto.
Jika ketentuan nikotin rendah ini dipaksa berlaku kata Cipto, maka bisa dipastikan rokok hampir tidak bisa diproduksi dalam negeri atau dengan mengekspor bahan tembakau yang dibutuhkan. Ketergantungan pada tembakau impor akan terjadi.
“Dengan kata lain, hilirisasi IHT telah hancur dan itu tidak benar,” tegas Cipto
Menanggapi hal itu, Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono mengatakan, dirinya sangat konsisten dan siap untuk memberikan support terhadap kelangsungan hidup IHT.
"Saya siap untuk ikut dalam kajian ini. Saya di Baleg dan siap melakukan percepatan (RUU Pertembakauan red.) apalagi katanya sudah 7 tahun diajukan di Baleg. Ini akan kami ulang lagi dan semua akan dituntaskan dalam rapat ini,” tegas pria sering disapa BHS ini
BHS juga menyatakan penolakannya pada PP 28/2024, karena PP ini sangat merugikan IHT. Padahal industri ini memberikan serapan tenaga kerja sebanyak 5,9 juta orang.
“Padahal pak Prabowo punya target serapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi naik 8%. Sehingga ini perlu dukungan dari industri rokok,” ujar BHS
Baca Juga: Rancangan Permenkes Dianggap Menekan Kesejahteraan Petani Tembakau
Dihubungi terpisah Ketua Dewan Pengurus Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Bondowoso, Jatim, Yazid mengatakan, pihaknya secara tegas menolak PP 28/2024 serta Pengaturan Produk Tembakau dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Menurutnya, petani k meminta pemerintah membatalkan dan meninjau ulang keberadaan dua kebijakan yang mengancam keberlangsungan mata pencaharian petani tembakau selama ini.
“Kami petani tembakau se-Jatim sedang memperjuangkan sawah ladang kami. Sudah sejak turun-temurun kami mengandalkan tembakau sebagai sumber penghidupan. Kami, tegas menolak aturan-aturan pertembakauan di PP Kesehatan dan RPMK, termasuk pemaksaan standarisasi kemasan rokok polos tanpa merek. Kurang lebih 370 ribu petani tembakau di Jatim akan jadi korban,” pungkas Yazid.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement