Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Angket KPK) akan segera menjadwalkan kunjungan ke lokasi yang diduga sebagai rumah sekap milik lembaga antirasuah itu.?Tujuannya adalah, Pansus Angket KPK memastikan keberadaan rumah sekap yang diungkap oleh Niko Panji Tirtayasa dalam kesaksiannya di Pansus beberapa waktu lalu.
Anggota Pansus Angket KPK Mukhamad Misbakhun mengatakan, pihaknya perlu memastikan ada atau tidaknya rumah sekap itu. Sebab, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuding pansus tak bisa membedakan istilah safe house dan rumah sekap.?
"Justru kami ingin tahu kebenarannya. Istilah rumah sekap itu berasal dari pengakuan Niko di depan Pansus Angket KPK. Sedangkan kalau benar safe house, mestinya KPK menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban," ujar Misbakhun dalam penjelasannya, Minggu (6/8/2017).
Politikus Partai Golkar itu menuturkan, Niko saat berbicara di depan Pansus Angket KPK mengaku disekap di sebuah rumah oleh penyidik. Bahkan, Niko pula yang menyebut rumah sekap itu untuk mengondisikan saksi agar menuruti keinginan penyidik KPK. Saat itu, Misbakhun bahkan mengaku sempat bertanya ke Niko tentang alasannya menggunakan istilah rumah sekap.
"Karena Saudara Niko merasa disekap di sebuah rumah tanpa bisa berhubungan dengan pihak luar termasuk keluarga dan dijaga ketat oleh anggota kepolisian dari satuan Brimob," kata Misbakhun merujuk pengakuan Niko.?
Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, jika KPK memang mempunyai safe house untuk perlindungan saksi maka Niko sebenarnya bukanlah saksi yang mengetahui, melihat atau mendengar langsung peristiwa korupsi yang dilakukan Muchtar Effendi. ?Bahkan, kata Anggota Komisi XI ini, Niko justru mengaku dipaksa memberikan keterangan sesuai arahan penyidik KPK dengan iming-iming uang dan liburan mewah menggunakan private jet, serta pembagian harta sitaan milik Muchtar Effendi.?
"Pengondisian Niko Panji Tirtayasa sebagai saksi palsu adalah di rumah sekap tersebut. Niko juga dibuatkan KTP palsu oleh oknum penyidik KPK dengan nama Miko, Kiko dan Samsul untuk kepentingan di pengadilan,? tutur Misbakhun.
Selain itu, Misbakhun juga mengatakan, dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap KPK juga tidak ada anggaran untuk menyewa dan membiayai safe house. Padahal, bendaharawan KPK mestinya memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari penyewaan safe house dan melakukan potongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23.
Sementara itu, penjelasan Febri Diansyah soal safe house KPK, kata Misbakhun, tidak menggambarkan sebuah proses yang transparan dan akuntabel secara keuangan. Karena itu KPK harus bisa menjelaskan asal dana yang dipakai untuk membiayai rumah sekap ataupun safe house, menyewa private jet, hingga membiayaai liburan Niko.?
"Dari apa yang disampaikan oleh juru bicara Febri Diansyah ini sudah selayaknya membuat kita bersama berpikir kenapa. Apakah ada sesuatu yang harus ditutupinya?" tutur Misbakhun.?
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu menegaskan, jika lembaga antirasuah itu terus bersikap defensif maka hal itu akan membuat Pansus Angket KPK terus bertanya-tanya.
"Apakah itu sikap untuk membela diri,?pembenaran, ?atau untuk menutupi sesuatu yang kurang layak diketahui oleh publik?" tegasnya.
Karena itu pula Pansus Angket KPK memiliki tanggung jawab untuk mengungkap kebenaran. "Tujunya agar publik tahu, apakah KPK memang benar-benar sebuah lembaga yang baik atau hanya sekedar sebuah lembaga yang sedang melakukan ?pencitraan saja," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat