Pengamat Telekomunikasi Mastel Institute, Nonot Harsono mengatakan nilai tambah yang didapat dari 4G dibanding 3G adalah peningkatan kenyamanan dan kepuasan dari user experience (UX), atau biasa diistilahkan dengan convenience and satisfaction.
?Jangan-jangan orang Indonesia sebagian besar belum butuh itu (4G), yang penting bisa komunikasi verbal. Belum lagi ada yg merasa gaptek dan enggan untuk mencoba hal yang baru," ujar pria yang pernah menjabat sebagai komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia selama dua periode itu, Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Perangkat 4G dengan harga terjangkau memang sangat dibutuhkan untuk memuluskan rencana migrasi pengguna 2G ke 4G. Idealnya, range harga ponsel 4G agar bisa diterima pasar menengah bawah berkisar US$250. Karena daya beli rata-rata pengguna 2G yang kebanyakan dari kelas menengah bawah hanya maksimal mampu membeli handset seharga US$125.
"Ponsel 4G murah di Indonesia bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan. Karena saat ini, beberapa vendor dan pabrikan ponsel telah mulai memproduksi ponsel 4G murah dengan kisaran harga Rp500 ribu," terangnya.
Saat ponsel 4G kata dia sudah menjadi sangat terjangkau, maka akan bisa mengatasi keengganan pengguna 2G bermigrasi ke 4G karena alasan handset yang mahal.
"Pengguna ponsel di Indonesia diharapkan dapat segera melakukan migrasi secepatnya ke 4G, sehingga tidak tertinggal jauh dari perkembangan teknologi di era digital saat ini," tuturnya.
Untuk perpindahan teknologi dari 2G ke 4G merupakan tantangan terbesar yang dihadapi oleh Indonesia untuk bisa melangkah ke tahapan teknologi berikutnya.
Besarnya jumlah pengguna teknologi 2G juga merupakan salah satu penyebab terhambatnya Indonesia dalam hal tren teknologi. Padahal Indonesia bisa menjadi sebuah pasar yang memiliki peluang yang besar untuk bisa mencoba merasakan perubahan telekomunikasi yang cepat.
Agar migrasi dari 2G ke 4G bisa berlangsung cepat, maka harus dilakukan edukasi bagi para pengguna 2G mengenai kelebihan perangkat dengan teknologi 4G. Tentunya ini akan dijalankan dengan bantuan dari para operator. Namun ini juga bukanlah sebuah proses yang gampang untuk dilakukan, khususnya apabila menghadapi pengguna dari pedesaan yang belum sanggup membeli ponsel 4G.
Masyarat harus mendapat edukasi tentang beberapa kelebihan teknologi 4G yang ada di feature phone, misalnya baterainya lebih tahan lama jika dibanding smartphone. Kemudian bisa menggunakan aplikasi WhatsApp Call dan chatting menjadi pengganti telpon dan SMS. Bisa menggunakan aplikasi jejaring sosial lebih cepat, seperti Facebook serta video call lewat aplikasi WhatsApp.
Di sisi lain, perlu adanya ketegasan dari pemerintah untuk membuat peraturan yang bisa membatasi atau menghentikan pemakaian frekuensi 2G. Jika kedua poin diatas tersebut bisa dilaksanakan, maka proses migrasi dari 2G ke 4G diyakini bisa lebih cepat.
Dikatakan Nonot, tantangan pemerintah dan para penyedia jaringan 4G adalah bagaimana menciptakan the real needs dari 4G yang bukan sekedar untuk convenience dan satisfaction misalnya untuk alat bantu dalam menjalankan bisnis.
"Bisa saja pemerintah membuat program pembinaan e-UKM yang lebih nyata dengan pelatihan literasi teknologi dan subsidi gadget. Konon ada lebih dari 100 ribu UKM yang bisa diprovokasi untuk menggunakan teknologi 4G hingga seramai demam batu akik," kata dia menambahkan.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh GfK, penjualan ponsel di Indonesia sekarang ini sudah mencapai 60 persen, di mana sejumlah perangkat sudah memiliki kemampuan 4G. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa Indonesia akan mampu dengan cepat beralih ke teknologi 4G.
Pada akhirnya jika 2G akan dimatikan secara perlahan, maka kita akan mencapai kondisi telekomunikasi yang lebih baik. Apalagi jika sudah ada perangkat yang bisa menggantikan ponsel 2G murah yang ada sekarang. Dari sisi penyeberan jaringan juga akan lebih baik karena semua wilayah yang selama ini hanya terjangkau jaringan 2G akan berubah menjadi jaringan 4G dengan daya tampung pengguna yang jauh lebih besar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi
Tag Terkait: