Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Batik Besurek, Dulu, Kini dan Nanti

        Batik Besurek, Dulu, Kini dan Nanti Kredit Foto: Antara/Mohammad Ayudha
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Provinsi Bengkulu memiliki produk budaya yang unik berupa batik dengan motif besurek (bersurat) yang berupa kaligrafi, gambar bunga Rafflesia, dan beberapa ornamen khas lainnya.

        Awal kemunculan batik besurek secara pasti memang belum dapat dilihat dari catatan sejarah. Namun, diperkirakan muncul bersamaan dengan masuknya Islam ke Bengkulu, yakni awal abad ke-16.

        Kain batik dengan motif tersebut kala itu memang belum bernama seperti sekarang, yakni batik besurek.

        Coraknya disebut ahli budaya dan akademisi Universitas Bengkulu Dr Agus Setyanto M. Hum., masih berupa ukiran rajah atau mantra dalam huruf Arab, simbol kaligrafi.

        Wujudnya yang kaligrafi menunjukkan bahwa produk kebudayaan setempat tersebut, waktu itu mulai dipengaruhi Islam.

        Kain batik besurek pada zaman dahulu sebagai pakaian kebanggaan masyarakat Bengkulu.

        Mereka yang memakai batik besurek, bukanlah sosok sembarangan. Pakaian dari kain batik besurek bernilai tinggi, pakaian itu digunakan oleh pasirah, tokoh adat, dan para raja ketika itu.

        Ketika seseorang memakai pakaian atau aksesori dari kain batik besurek, dia memiliki suatu kehormatan.

        Saat itu, masyarakat memakai kain batik tersebut pada hari-hari yang dianggap terbaik, seperti saat ritual keagamaan serta kegiatan adat, maupun pada peringatan siklus kehidupan manusia, seperti kelahiran dan perkawinan.

        Seiring dengan perkembangan zaman, nasib batik besurek pada masa kini tak ubahnya dengan apa yang pernah terjadi dengan batik dari daerah lain.

        Rasa kebanggaan masyarakat untuk memakainya sudah jauh memudar jika dibandingkan dengan saat awal dihasilkan produk budaya ini.

        Beberapa waktu belakang, pemakaiannya lebih ditekankan karena penetapan hari penggunaan pakaian batik oleh pemerintah daerah bagi pegawai atau pelajar.

        "Seperti ada marwah yang hilang dari batik besurek," ucap Agus.

        Batik besurek memang memiliki keunikan dan karakter yang kuat. Namun, permasalahannya belum siap menahan gempuran tren busana zaman sekarang.

        Bahkan batik besurek terasa terasing di negeri sendiri. Masyarakat lebih memilih menggunakan batik khas provinsi lain atau memakai kain bermotif batik yang dibubuhi ornamen logo klub sepak bola yang menjadi tren kurun waktu belakang.

        Tidak bisa dimungkiri bahwa saat ini jumlah pembatik besurek makin berkurang dan hal itu berakibat produksi kain batik khas daerah tersebut makin sedikit.

        Sementara itu, di Jawa malah ada kampung pembatik dengan sisi kualitas produknya yang disebut Agus juga masih belum baik.

        Untuk membangkitkan kembali marwah kain batik besurek perlu upaya besar yang melibatkan semua eleman masyarakat Provinsi Bengkulu, dengan mulai dari kebutuhan meningkatkan rasa memiliki dan kebanggaan terhadap produk budaya sendiri.

        Pada masa mendatang diharapkan corak batik Bengkulu itu menjadi tren busana yang membanggakan bukan hanya masyarakat setempat, tetapi juga masyarakat dalam skala luas, termasuk dunia.

        Sentuhan Adanya sentuhan yang dianggap kurang pada batik besurek, membuat kain tersebut seperti tidak terlihat dan tertutup produk busana lainnya.

        Perancang busana top Indonesia, Samuel Wattimena, mengemukakan perlunya batik besurek mengikuti perkembangan zaman.

        Upaya mengikuti perkembangan zaman bukan berarti mengubah bentuk, karakter atau simbol yang ada pada batik itu. Perubahan yang diperlukan lebih menekankan pada upaya mengikuti selera konsumen.

        Ketika pembatik mengikuti arus perkembangan mode, ia harus optimistis bahwa hal itu akan menarik orang untuk memakai produknya dan bangga dengan apa yang mereka kenakan.

        Hal yang utama harus dibenahi, yakni meningkatkan keahlian, mengembangkan metode, mengolah kreativitas dan inovasi pembatik agar menghasilkan produk batik berkualitas dengan corak dan mode yang menarik.

        Ia mengibaratkan walaupun Indonesia hanya ada dua musim, yakni hujan dan kering, akan tetapi pola pikir pembatik harus berubah, yakni empat musim dunia, karena target pasarnya adalah dunia.

        Pembatik harus memiliki wawasan tentang bagaimana cara mengaplikasikan pewarnaan dan model yang tepat, sesuai dengan suasana musim semi, musim panas, musim dingin, dan musim gugur.

        Pengetahuan tentang model pakaian yang diinginkan masyarakat yang tinggal di wilayah dengan empat musim tersebut harus dikuasai supaya mereka merasa pas dengan produk yang dihasilkan dan musim yang sedang dihadapi.

        Hal demikian itu akan meningkatkan ketertarikan konsumen atas suatu produk busana dengan coraknya yang khas.

        Kiranya tidak ada salahnya jika Bengkulu juga perlu mencontoh Hawaii dalam mempromosikan batik besurek, sebab kultur kepariwisataan utamanya sama-sama wisata pantai.

        Samuel mencontohkan tentang siapa yang tidak kenal dengan pakaian atau busana Hawaii yang memiliki corak atau model identik dengan nuansanya yang santai.

        Pakaian santai seperti itu (Hawaii) saja, disebutnya menjadi mendunia.

        Membuat pakaian tidak harus seluruhnya batik karena hal itu menjadi kelihatan berat atau formal sehingga orang enggan memakai pada berbagai kesempatan selain acara formal.

        "Kan bisa sakunya saja batik, lengannya ataupun bagian-bagian kecil di tempat lain. Biayanya pun jadi lebih murah. Berbeda jika seluruhnya menggunakan batik, harganya tentu jauh lebih mahal," kata Samuel.

        Kunci Karya tangan para pembatik menjadi salah satu kunci bagaimana kecintaan masyarakat terhadap suatu produk batik kembali meningkat.

        Harus diakui bahwa saat ini jumlah masyarakat Bengkulu yang berminat menjadi pembatik semakin berkurang. Jumlah mereka tinggal segelintir saja. Itu pun telah berusia senja.

        Pihak Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu memberikan perhatian terhadap upaya-upaya membangkitkan kembali marwah batik besurek.

        Perhatian itu diwujudkan dengana upayanya meningkatkan keterampilan dan kreativitas pembatik, termasuk mendorong generasi muda setempat tertarik menggeluti dunia sebagai pembatik besurek yang terampil, kreatif, dan inovatif.

        "Agar produk yang dihasilkan menjadi lebih baik," kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu Endang Kurnia Saputra.

        Dengan meningkatnya kualitas, diharapkan produk batik Bengkulu itu mendapatkan segmen pasar yang lebih besar dari sebelumnya dan memberi dampak positif bagi masyarakat lainnya, berupa ketertarikan ikut menjadi pembatik.

        Oleh karena itu, Bank Indonesia menggandeng perancang busana terkemuka Indonesia, Samuel Wattimena, dalam upaya itu.

        Melalui Samuel, diharapkan pembatik di Bengkulu memperoleh tambahan wawasan dan pengetahuan menjadi lebih banyak.

        Pihak BI Perwakilan Bengkulu menilai Samuel sebagai perancang busana yang fokus dan telah menggeluti dunia busana dengan corak etnik atau bernuansa kebudayaan lokal di Indonesia.

        Memperluas wawasan dan pengetahuan pembatik besurek Bengkulu sebagai kebutuhan penting.

        Kehadiran Samuel bukan untuk mengubah apa yang dilukiskan para pembatik setempat selama ini dalam batik besurek yang bermotif Rafflesia dan kaligrafi.

        Akan tetapi, sudut pandang mereka yang perlu diubah sehingga produk batiknya lebih berkembang.

        Ia menyebut para pembatik di daerah itu mempunyai semangat yang besar untuk menjadi lebih baik. Kunci semangat itu sebagai hal yang paling dibutuhkan dalam mengembangkan batik besurek.

        Sedangkan perancang busana top Indonesia itu, juga diharapkan menjadi pintu masuk batik besurek memasuki pasar nasional dan bahkan dunia.

        Harapan lainnya, produk batik khas Bengkulu itu bisa melampaui berbagai produk batik dari daerah lain.

        "Bahkan untuk mode pakaian yang bukan batik sekalipun," ujarnya.

        Promosi Upaya menjadikan batik besurek dikenal dunia memang tidak gampang karena membutuhkan promosi secara besar-besaran.

        Selain itu, perlu mengaitkan dengan berbagai kegiatan daerah, di mana siapa saja makin banyak kesempatan mengenakan produk batik tersebut.

        Pemerintah Kota Bengkulu selama tiga tahun belakang ini mulai serius dalam mempromosikannya, yakni dengan menggelar Karnaval Batik Besurek.

        Tahun-tahun sebelumnya, karnaval digelar dengan menargetkan partisipasi dan kunjungan wisatawan lokal. Namun, pada 2017 dikembangkan dengan targetnya bertaraf internasional.

        Pada Karnaval Batik Besurek 2017, Dinas Pariwisata Kota Bengkulu mengundang perwakilan dari 33 provinsi di Indonesia dan 10 kedutaan besar negara sahabat untuk berpartisipasi.

        Promosi batik besurek melalui program tersebut, rencananya digelar pada 4-6 Desember 2017.

        Kepala Dinas Pariwisata Kota Bengkulu Syarifuddin menjelaskan bahwa upaya menarik minat pelancong untuk datang dalam acara itu dengan membalut karnaval mendatang melalui beberapa kegiatan budaya lainnya.

        Rangkaian kegiatan tersebut, seperti bazar yang dipusatkan di Bencoolen Mall, karnaval batik dengan rute Simpang Lima Ratu Samban hingga View Tower Kota Bengkulu, festival musik dol, lomba drumband, lokakarya, lomba peragaan busana, serta lomba layang-layang.

        Untuk memberikan kesan mendalam bagi pengunjung, pada karnaval mendatang juga ditampilkan beberapa produk kreatif daerah, seperti kain batik etnik, kerajinan tangan tradisional, berbagai barang seni, dan suvenir.

        Selain itu, pihaknya juga menampilkan hasil penelitian dan pengembangan tentang pewarnaan batik, mengenai turis, investasi potensial, dan seni busana.

        "Eksistensi batik secara umum sebenarnya telah diakui dunia, dan kita berharap Bengkulu bukan ikut arus batik lain, tetapi yang memimpin, dan kita mulai dengan memperkenalkan apa itu batik besurek lewat berbagai promosi," katanya. (ANT)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Gito Adiputro Wiratno

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: