Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya berkomitmen menerapkan "go digital" untuk memperkuat branding Wonderful Indonesia di tingkat internasional.
Menpar Arief Yahya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (13/3/2018) mengatakan peran pemerintah di era siber harus semakin fleksibel agar dapat memenuhi tuntutan zaman.
"Kehadiran dunia digital menentukan deregulasi agar pemerintah menyesuaikan dengan perkembangan zaman," kata Arief.
Terlebih, menurut dia, seiring dengan perubahan konsumen yang makin digital dan "hyper-connected" kini muncul tren "sharing economy" di sektor pariwisata.
Ia menambahkan, model bisnis berbagi ini merupakan cara baru yang dilakukan oleh generasi baru Milenial untuk melakukan bisnis dengan cara yang lebih efisien yaitu saling berbagi dalam memanfaatkan aset atau sumber-sumber daya yang ada.
"Jika dahulu dalam pendekatan 'owning economy' harus menguasai, membeli aset, memerlukan capital expenditure, dan banyak kapasitas tidak terpakai, maka sekarang ini dengan 'sharing economy' tanpa harus melakukan hal tersebut akan lebih banyak memanfaatkan semaksimal mungkin kapasitas tersedia dan lebih sangat efisien," katanya.
Dengan menerapkan "sharing economy" kini bermunculan perusahaan-perusahaan digital yang mampu secara revolusioner mengubah lanskap industri pariwisata.
Misalnya, perusahaan AirBnB yang sama sekali tidak memiliki hotel kini bisa menjadi perusahaan pemesanan kamar terbesar di dunia.
AirBnB yang didirikan pada 2007 bermula dari gagasan menyewakan kamar yang kosong, kata Arief Yahya, kini valuasi perusahaan ini sebesar 1,3 miliar dolar AS pada 2012 dengan 2 juta transaksi kemudian meningkat menjadi 30 miliar dolar AS pada 2016 dengan lebih dari 36 juta transaksi dan angka fantastis ini melebihi capaian jaringan hotel konvensional, seperti Hilton atau Hyatt.
Demikian halnya perusahaan Uber yang tidak memiliki armada taksi bisa menjadi perusahaan pemesanan taksi terbesar di dunia.
Begitu pula Grab dan Gojek telah memiliki kapitalisasi pasar lebih besar yaitu masing-masing Rp20 triliun dan Rp38 triliun mengalahkan Blue Bird dan Garuda Indonesia yang memiliki kapitalisasi pasar masing-masing Rp9,8 triliun dan Rp12,3 triliun.
Hal ini juga terjadi pada online travel agent, seperti Traveloka bisa bernilai sekitar Rp15 triliun mengalahkan perusahaan travel agent besar di Indonesia yang memiliki kapitalisasi kurang dari Rp1 triliun.
Melihat tren dunia tersebut, menurut Arief Yahya, maka jelas industri pariwisata nasional harus mengambil peluang dari munculnya "sharing economy" untuk menyatukan dan mengolaborasikan seluruh elemen Pentaheliks (akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemerintah, dan media) dalam payung Indonesia Incorporated.
"Untuk itulah Kemenpar sejak tahun lalu berinisiatif mengembangkan Indonesia Travel Exchange (ITX) sebagai platform online travel agent (OTA) B to B yang dapat digunakan oleh setiap pelaku industri atau komunitas untuk menempatkan inventori yang dimiliki dan kemudian dapat digunakan untuk menawarkan paket-paket wisata kepada para travellers di seluruh dunia," kata Arief Yahya.
Dalam platform sharing atau platform market place tersebut pelaku industri pariwisata atau komunitas sebagai pemasok dapat menginformasikan apa yang dimiliki dan dapat digunakan, dan traveller dapat melakukan 'look-book-pay' secara mudah, murah, dan cepat.
Menpar memberi contoh Trip Advisor dan Ctrip.com sebagai misal platform look.
"Booking.com dan Traveloka.com adalah contoh platform book, sedangkan Alipay dan Paypal adalah contoh platform pay," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: