Pengambilalihan 51% saham Freeport Indonesia oleh Inalum masih jauh dari kata tuntas. Apalagi,?Rio Tinto menyebut perjanjian tersebut bersifat tidak mengikat.
Ekonom Senior Indef,?Dradjad Wibowo, mengatakan klaim pemerintah bahwa Indonesia telah menguasai 51% saham Freeport merupakan suatu pencitraan. Hal itu karena masih ada isu besar yang belum disepakati seperti hak jangka panjang FCX di FI hingga tahun 2041, butir-butir yang menjamin FCX tetap memegang kontrol operasional atas FI, dan kesepakatan tentang isu lingkungan hidup.
"Pencitraan yang dilakukan oleh oknum pemerintah sangat kelewatan. Sangat membodohi rakyat," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (13/7/2018).
Ia menduga kesepakatan harga yang terjalin kemarin tidak lepas dari fakta bahwa IUPK sementara (Ijin Usaha Pertambangan Khusus) bagi FI habis pada 4 Juli 2018. Melalui revisi SK Nomor 413K/30/MEM/2017, IUPK diperpanjang hingga 31 Juli 2018.
"Sejak 2017, IUPK ini sudah berkali-kali diperpanjang," sebutnya.
Adapun,?Rio Tinto?dalam keterbukaan publik ke otoritas bursa saham London dan Australia menyebutkan?kesepakatan yang terdapat dalam?Head of Agreement (HoA) bersifat tidak mengikat. Rio Tinto mengatakan perjanjian final masih harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah, regulator, dan otoritas.
"Inalum dan Freeport McMoran telah menandatangani perjanjian tidak mengikat terkait dengan masa depan kepemilikan saham tambang Grasberg, Papua. Head of agreement itu merinci penjualan seluruh saham Freeport Indonesia yang dimiliki Rio Tinto kepada Inalum senilai US$3,5 miliar," tulis Rio Tinto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: