Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Vale Indonesia, Setengah Abad Membangun Negeri

        Vale Indonesia, Setengah Abad Membangun Negeri Kredit Foto: Agus Aryanto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Usia 50 tahun Vale Indonesia merupakan?bukti bahwa mereka memiliki komitmen jangka panjang untuk berkontribusi positif terhadap pembangunan negeri.

        Presiden Direktur?PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Nico Kanter, sedikit termenung ketika berusaha mengingat perjalanan 50 tahun Vale di Indonesia. Ia mengatakan pencapaian Vale yang menginjak umur 50 tahun merupakan tonggak sejarah (milestone) penting bagi perseroan. Tonggak sejarah ini digapai setelah perseroan mengarungi gelombang tantangan yang dahsyat.

        "Tantangan terberat yang dihadapi Vale Indonesia itu fluktuasi harga nikel," katanya kepada tim Warta Ekonomi di kantor pusat Vale Indonesia, Jakarta, awal September.

        Persoalan harga nikel memang bukan hal baru bagi Vale. Sejak dekade pertama berproduksi pada tahun 1978-1986, Vale harus menghadapi harga jual nikel dunia yang rendah. Padahal, kala itu mereka baru saja mengeluarkan investasi besar untuk pembangunan pabrik pengolahan di Sorowako selama periode 1968-1978. Kemudian?harga minyak dunia tengah melonjak sehingga mereka harus menderita kerugian hingga US$416 juta pada 1980.

        Salah satu pionir Vale, Rumengan Musu, mencatat dalam buku Inco, Mengalir di Tengah Gejolak Pertambangan?yang terbit pada tahun 2003 bahwa para penambang di Sorowako harus menelan pil pahit akibat harga komoditas nikel yang terjun bebas. Vale termasuk beruntung karena berhasil survive meski beberapa produsen nikel lain terpaksa menutup total kegiatan operasional akibat krisis berkepanjangan.

        "Selama sembilan tahun berturut-turut, Inco dapat mengoperasikan tambang dan pabrik pengolahan, mengelola kehidupan kota, serta menjaga kesejahteraan 4.000 karyawan murni dari suntikan dana perusahaan induk di Kanada," catatnya.

        Nico Kanter menjelaskan?suntikan dan gelontoran dana yang sangat besar di periode awal?merupakan bukti para founder Vale memiliki?keyakinan terhadap bisnis nikel di Indonesia. Jadi, tidak heran jika?Vale Indonesia membangun berbagai macam infrastruktur di wilayah operasional mulai dari jalan, bandara, perumahan, sekolah, hingga rumah sakit.

        Membangun Indonesia

        Pada bulan Juli 2018 tim Warta Ekonomi melakukan kunjungan ke Sorowako, Sulawesi Selatan, yang merupakan wilayah operasi penambangan dan pengolahan bijih nikel milik Vale Indonesia.?Wilayah ini disebut-sebut sebagai area operasi tambang dan pengolahan nikel laterit terpadu terbesar di dunia. Catatan menarik dari kunjungan ini yakni Vale tidak mengekspor langsung biji nikel mentah ke luar negeri.

        Nico menjelaskan Vale Indonesia sudah sejak lama membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di Indonesia?guna memberikan nilai tambah (value added) berupa penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan industri.

        "Kita membangun smelter pada tahun 1968 dan resmi beroperasional pada tahun 1978. Jadi, sejak 50 tahun lalu, founder Vale telah memiliki komitmen untuk membangun smelter di Indonesia dan tidak pernah mengekspor biji mentah sampai sekarang," paparnya.

        Warta Ekonomi juga?meninjau langsung pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Vale Indonesia. Misalnya, mereka memiliki tiga pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Ketiga PLTA tersebut yakni Larona, Balambano, dan Karebbe secara total memiliki?daya listrik rata-rata (continous power) sebesar 365 megawatt. Ketiga PLTA tersebut?berfungsi sebagai pamasok tenaga listrik untuk mengoperasikan tanur peleburan dan pengolahan bijih nikel (furnace) di pusat pengolahan (process plant) di Sorowako.

        Selain untuk kebutuhan operasional, energi listrik yang dihasilkan tiga PLTA tersebut juga didistribusikan sebesar 10,7 megawatt untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Luwu Timur melalui PLN.

        "Infrastruktur dan energi menjadi tantangan besar di Indonesia timur. Kami membangun tiga PLTA untuk menjawab tantangan tersebut," ujar Nico.

        Pria yang pernah bekerja di BP Indonesia ini mengatakan pembangunan PLTA juga merupakan wujud penerapan dan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan. Ia memastikan Vale Indonesia senantiasa memperhatikan aspek keberlanjutan (sustainability) baik untuk lingkungan, keselamatan kerja, dan komunitas.

        "Tambang kita di Sorowako bersebelahan langsung dengan Malili Leak yang kondisi airnya sejak 50 tahun lalu masih sangat jernih hingga saat ini. Jadi, itu menunjukkan komitmen kita terhadap pelestarian lingkungan," tegasnya.

        Pelestarian lingkungan juga dilakukan oleh Vale dengan cara melakukan rehabilitasi lahan dan reklamasi pasca-tambang.?Hingga 2017, total sudah seluas 4.089 hektare lahan bekas tambang yang direklamasi. Total akumulasi jumlah pohon yang ditanam di lahan pasca-tambang mencapai lebih dari 1.200.000 batang.

        Selain pelestarian lingkungan, Nico mengatakan Vale juga berkomitmen terhadap pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) nasional dan pemberdayaan masyarakat. Misalnya, komposisi karyawan asal Indonesia di perusahaan multinasional ini sudah lebih dari 99% dibandingkan dengan karyawan asing. Kemudian tiga dari empat direksi Vale merupakan orang Indonesia.

        "Itu menunjukkan kita mendapatkan kepercayaan. Kita harus menjaga kepercayaan ini dengan baik. Apalagi, prospek bisnis nikel sedang cerah karena faktor pasar global dan tren mobil listrik," sebutnya.

        Strategic Assets

        Potensi pertumbuhan mobil listrik memberikan peluang bagi sektor pertambangan nikel.?Namun, tidak semua penambang nikel akan meraup untung sebab separuh?nikel yang beredar di dunia tidak sesuai untuk baterai mobil listrik. Adapun, Vale Indonesia memiliki deposito besar nikel yang dapat diolah menjadi baterai mobil listrik.

        "Secara umum ada dua jenis nikel. Pertama nikel untuk mobil listrik dan kedua nikel untuk baja. Kami memiliki kedua jenis nikel tersebut," papar Nico.

        Saat ini di Indonesia belum ada produsen yang memproduksi nikel untuk mobil listrik. Hal itu karena teknologi pengolahan?berbeda?dan ongkos untuk memproduksi nikel jenis tersebut juga mahal.?Meski demikian, nikel tetap akan menjadi suatu strategic assets?bukan hanya bagi Vale?tapi juga bagi?bangsa Indonesia.

        Di dunia tidak banyak produsen yang mampu memproduksi nikel untuk baterai mobil listrik. Salah satu negara yang?terbukti?berhasil yakni Filipina. Tentu saja Vale Indonesia?memiliki tekad untuk mengejar ketertinggalan atas Filipina tersebut.

        "Kalau?nikel untuk baterai electric vehicle sampai berhasil diproduksi?di Indonesia maka ini akan menjadi pioneer technology. Kami sangat percaya hal tersebut bisa diwujudkan. Makanya, saya memaknai usia 50 tahun ini sebagai milestone dan juga sekaligus sebagai starting untuk menyambut era baru," pungkas Nico.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Cahyo Prayogo
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: